Jumat, 04 Oktober 2013

Mencari Suatu yang Pasti



Hidup ini terlalu indah untuk di kutuki, setiap  rotasi waktu yang berputar menyembunyikan  kejutan-kejutan menarik bagi yang berusaha menjemput dan ikhtiar dengan serius untuk memilikinya. Kejutan itu bukan hanya kenikmatan dunia dan seisinya namun disertai kenikmatan ukhrawi yang tidak terperikan senangnya. Itulah amal, sebuah energi yang di produksi dari segenap jerih tubuh, otak, dan jiwa untuk mereduksinya sebagai suatu aktifitas yang membuahkan ridho Allah. Ada yang menyia-nyiakannya dan hanya sedikit yang bersungguh-sungguh untuk mencapainya.  
Mungkin kita bertanya-tanya mengapa hanya sedikit mengimpikan variabel kenikmatan hakiki itu ?.  sebenarnya ini berakar dari pribadi dan hati setiap insannya, ingatlah bahwa Allah yang Maha Adil itu telah memfasilitasi hamba-Nya dengan SoftWare Qalbu yang menjadi detektor kebaikan dan kebatilan (Q.S. asy-Syams: 8). Namun program SoftWare akan baik selama tidak dirusak oleh perbuatan yang menyimpang dari syari’at. Contohnya meninggalkan sholat, jauh dari al-Qur’an, jarang berdzikir, tidak gigih mencari ilmu pengetahuan yang mengantarkan pada Ma’rifatullah, suka maksiat, suka mencela, ghibah, dan lainnya. Virus-virus inilah yang menggerogoti sistem Qalbu sehingga pemiliknya merasakan indah kedzaliman dan bergelimang dosa.          Hanya pribadi kokohlah yang mampu mempertahankan keawetan dari qalbunya dengan rutin melakukan instalisasi iman. Sudah menjadi fitrah sebagaimana Sabda Rasul bahwa kurva iman berpola fluktuatif. Oleh karenanya, jika sedang merasakan imun imannya dalam fasa kritis, cepatlah melakukan rehabilitasi dengan terapi pengobatan  ampuh yang tersedia kapanpun dan bisa dilakukan dimanapun. Itulah amalan sunnah, sholat tepat waktu, tilawah, tadabbur, shalat tahajjud, dhuha, witir, dzikir, menghadiri majelis ilmu, menebar kebaikan, sedekah, dan lain sebagainya. Ketahuilah suatu kebaikan yang dilakukan akan membuahkan kebaikan yang lain. Terapi inilah yang dapat menanggulangi kerusakan qalbu.
Atas apa yang telah Allah amanah kepada kita, seyogyanya kita mampu mengembani dengan baik yakni sebagai khalifah di muka bumi.  Sebagai khalifah  bukan berarti hidup hanya untuk hidup dalam kebaikan. Suatu kebaikan yang dilakukan jika landasannya dunia maka balasannya hanya sebatas dunia, selanjutnya akan menjadi sia-sia di sisi Allah. Melakukan kebaikan sebijaknya diwadahi dalam cawan keikhlasan. Ikhlas untuk dipersembahkan kepada Allah, sebagai suatu persembahan kepada Allah atas kebaikan-Nya yang berlimpah kepada kita, maka kita pun berlaku baik kepada sesama manusia.  Sayangnya, momen ini jarang diaplikasikan pada setiap diri. Kebanyakan manusia hanya memainkan perannya di panggung sandiwara dunia. Perhatikanlah, SPG yang ada di swalayan begitu ramah tamahnya melayani pembeli sampai-sampai rela mengabil apa-apa yang diperintah pembeli. Apakah SPG tersebut akan melakukan orang tuanya dirumah sebagaimana ia melayani seorang pembeli itu ? . ya, ada yang bisa melakukannya dan banyak yang tidak. Padahal jika di ukur dari nilai pahala tentu kebaikan yang dipersembahkan untuk orang tua akan menghasilkan  point yang berlimpah jika dibandingkan orang lain yang sebelumnya tidak pernah kita kenal. Kebanyakan manusia melakukanya, berbuat baik, hanya untuk mengharapkan imbalan semu, yakni uang.  Inilah kebahagiaan terbatas itu. Kebahagiaan yang ada jika hanya ada uang. Namun kebahagiaan sesungguhnya terletak bagaimana ia mampu melakukan segala sesuatu hanya untuk mencari ridho Allah. Kebahagiaan ini tidak dibatasi oleh materi, jangkauannya luas dan tak terbatas. Beruntunglah bagi diri-diri yang berusaha untuk meraih kebahagian hakiki tersebut.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar