Hidup ini terlalu indah untuk di kutuki, setiap rotasi waktu yang berputar menyembunyikan kejutan-kejutan menarik bagi yang berusaha
menjemput dan ikhtiar dengan serius untuk memilikinya. Kejutan itu bukan hanya
kenikmatan dunia dan seisinya namun disertai kenikmatan ukhrawi yang tidak
terperikan senangnya. Itulah amal, sebuah energi yang di produksi dari segenap
jerih tubuh, otak, dan jiwa untuk mereduksinya sebagai suatu aktifitas yang
membuahkan ridho Allah. Ada yang menyia-nyiakannya dan hanya sedikit yang
bersungguh-sungguh untuk mencapainya.
Mungkin kita bertanya-tanya mengapa hanya sedikit
mengimpikan variabel kenikmatan hakiki itu ?. sebenarnya ini berakar dari pribadi dan hati
setiap insannya, ingatlah bahwa Allah yang Maha Adil itu telah memfasilitasi
hamba-Nya dengan SoftWare Qalbu yang
menjadi detektor kebaikan dan kebatilan (Q.S. asy-Syams: 8). Namun program SoftWare akan baik selama tidak dirusak
oleh perbuatan yang menyimpang dari syari’at. Contohnya meninggalkan sholat,
jauh dari al-Qur’an, jarang berdzikir, tidak gigih mencari ilmu pengetahuan
yang mengantarkan pada Ma’rifatullah,
suka maksiat, suka mencela, ghibah, dan lainnya. Virus-virus inilah yang
menggerogoti sistem Qalbu sehingga pemiliknya merasakan indah kedzaliman dan
bergelimang dosa. Hanya pribadi
kokohlah yang mampu mempertahankan keawetan dari qalbunya dengan rutin
melakukan instalisasi iman. Sudah menjadi fitrah sebagaimana Sabda Rasul bahwa
kurva iman berpola fluktuatif. Oleh karenanya, jika sedang merasakan imun imannya
dalam fasa kritis, cepatlah melakukan rehabilitasi dengan terapi pengobatan ampuh yang tersedia kapanpun dan bisa
dilakukan dimanapun. Itulah amalan sunnah, sholat tepat waktu, tilawah, tadabbur,
shalat tahajjud, dhuha, witir, dzikir, menghadiri majelis ilmu, menebar
kebaikan, sedekah, dan lain sebagainya. Ketahuilah suatu kebaikan yang dilakukan
akan membuahkan kebaikan yang lain. Terapi inilah yang dapat menanggulangi
kerusakan qalbu.
Atas apa yang telah Allah amanah kepada kita, seyogyanya
kita mampu mengembani dengan baik yakni sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah bukan berarti hidup hanya untuk hidup dalam
kebaikan. Suatu kebaikan yang dilakukan jika landasannya dunia maka balasannya
hanya sebatas dunia, selanjutnya akan menjadi sia-sia di sisi Allah. Melakukan kebaikan
sebijaknya diwadahi dalam cawan keikhlasan. Ikhlas untuk dipersembahkan kepada
Allah, sebagai suatu persembahan kepada Allah atas kebaikan-Nya yang berlimpah
kepada kita, maka kita pun berlaku baik kepada sesama manusia. Sayangnya, momen ini jarang diaplikasikan pada
setiap diri. Kebanyakan manusia hanya memainkan perannya di panggung sandiwara
dunia. Perhatikanlah, SPG yang ada di swalayan begitu ramah tamahnya melayani
pembeli sampai-sampai rela mengabil apa-apa yang diperintah pembeli. Apakah SPG
tersebut akan melakukan orang tuanya dirumah sebagaimana ia melayani seorang
pembeli itu ? . ya, ada yang bisa melakukannya dan banyak yang tidak. Padahal jika
di ukur dari nilai pahala tentu kebaikan yang dipersembahkan untuk orang tua
akan menghasilkan point yang berlimpah
jika dibandingkan orang lain yang sebelumnya tidak pernah kita kenal. Kebanyakan
manusia melakukanya, berbuat baik, hanya untuk mengharapkan imbalan semu, yakni
uang. Inilah kebahagiaan terbatas itu. Kebahagiaan
yang ada jika hanya ada uang. Namun kebahagiaan sesungguhnya terletak bagaimana
ia mampu melakukan segala sesuatu hanya untuk mencari ridho Allah. Kebahagiaan ini
tidak dibatasi oleh materi, jangkauannya luas dan tak terbatas. Beruntunglah bagi
diri-diri yang berusaha untuk meraih kebahagian hakiki tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar