Pada kesempatan tertentu, saya dan beberapa akhwat diminta untuk menjadi panitian acara daurah. Alhamdulillah amanah sebagai MC membuat saya bisa lebih dekat dengan sumber ilmu. Materi yang disampaikan pada saat itu adalah tentang kelembutan dalam segala hal. Mengupas seputar akhlak-akhlak Rasulullah saw yang dikisahkan dalam beberapa kondisi untuk merepresentasikan kelembutan Beliau saw dalam berbagai hal. Sangat menarik dan saya tertegun. Hhmmm bukan dengan materinya saja tapi dengan pematerinya.
Sebelum accepted untuk mengisi acara, Ustadzahnya meminta izin pada panitia untuk membawa anak dan suami dikarenakan anaknya yang masih batita. Kami pun menyanggupi. Tak ayal, saat disela mengisi materi, terdengarkan tangisan bayi yang pecah dari luar mesjid. Namun ustadzah tetap melanjutkan materi, sayangnya tangis itu kian pecah. Kami langsung terperangah keluar melihat suami ustadzah yang tengah menimang-nimang sayang anaknya. MasyaAllah...
Detik-detik begini, memang menjadi hal yang sulit bagi seorang wanita yang berperan sebagai istri dan ibu. Dari kenyataan yang saya saksikan langsung tersebut memberikan khazanah ilmu bagi saya tentang kompaksasi suami-istri dalam rumah tangga. Saya jadi terkenang dengan penggalan tulisan Anis Matta "Rasulullah saw tidak hanya berhasil menjadikan Aisyah sebagai istri yang sholihah melainkan telah menjadikannya bintang yang bersinar diseantaro jagad zaman".
Pada akhirnya, ustadzah meminta izin agar sekiranya materi dapat dilanjutkan oleh suaminya. Lalu kami pun membolehkan. Jadilah saya kembali ke barisan peserta dan yang tersisa di depan adalah ustad dan ustadzah serta anak dalam pangkuannya.
Disamping menyimak materi dari ustad, saya memperhatikan gerak-gerak suami-istri itu. *baper sih, haha* Ustadzah menatap lekat suaminya yang tengah mengisi materi dan begitu pun dengan ustadnya. Kami seolah hanya dinding yang tak bernyawa *Ngalayy*. Hal penting dari kompaksasi suami-istri tersebut tidak sebatas dalam menyudahi amanah sebagai orang tua. Namun, mereka berhasil mengkonstruksi dakwah dengan harmonisasi dua hati yang telah Allah ridhoi. Betapa adem melihat ada suami istri yang bekerjasama dalam dakwah itu. MasyaAllah....
Sepulang dari acara, saya banyak cari tahu tentang profil pemateri barusan. Ternyata ustad tersebut seorang dosen tamatan magister Norwegia yang kini tengah menyelesaikan program Doktoralnya. Beliau ditemani oleh 4 orang anak dan istrinya. Selain kuliah, Ustad tersebut banyak mengisi agenda-agenda dakwah di beberapa tempat begitu juga dengan istrinya. Kehidupan mereka yang nomaden itu, agaknya menjadikan cerita perjalanan dakwah dan cinta mereka semakin berbumbu sedap.
Itu salah satu dari beberapa yang lain dari mereka yang pernah saya temui yang menjalani konsep "Pernikahan-Pendidikan-Dakwah". Sejak hampir 1 tahun saya menyelesaikan program Magister di Kota Kembang ini, lumayan sering saya dapati suami-istri yang bergantian shift untuk jaga anak batitanya sebab mereka sama-sama lagi melanjutkan studi ditempat yang sama. Awalnya, saya tergelitik ketika melihat Bapak-bapak muda bercelana gantung dengan jidat menghitam gendong dedek imut di ruang lobi pasca. Saya amati, beberapa saat kemudian ada seorang wanita berhijab lebar yang keluar dari kelas menghampiri dan meraih dedek imut itu dari pangkuan sang bapak tersebut. Seusai obrolan singkat yang terjadi mereka pun berlalu. Karena suasana begini lumayan sering terjadi, sehingga atmosfer akademika dalam pernikahan dari mereka yang sama-sama pecinta ilmu sering berkeseleweuran di gedung pasca ini. Saya pun, menjadi terbiasa dan menganggap hal yang sedemikian juga mesti diupayakan.
Mengupayakan apa? Hhmmmm. Jelas mengupayakan menempa diri untuk sebaik-baik menjadi pendamping hidup yang menyejukkan hati yang tengah didampinginya. Lalu, mendesain sebuah perencanaan pernikahan yang orientasinya adalah "kontribusi dan karya untuk bangsa dan agama demi ridho Allah dalam harmonisasi cinta". Dengan misi kontribusi mengharus saya maupun seseorang yang dimasa depan saya menjadi bagian dari insan yang haus akan ilmu dan pengetahuan. Jadi sekolah setinggi-tingginya bukan tentang berkompetisi gelar namun berkolaborasi untuk integrasi kebaikan dalam memperoleh ilmu bermanfaat dan bermakna. Sebab semakin luas, dalam, dan bermakna ilmu dan pengetahuan yang dimiliki akan memudahkan sayap kontribusi terbang mengekspansi di jagad negri. Dengan misi karya, mengharuskan saya dan seseorang di masa depan terus menjadi insan yang bermanfaat. Peruntukkan bangsa adalah bakti seorang nasionalis sebagai bentuk kemanfaatan diri dan peruntukkan agama adalah bakti seorang hamba Rabb Semesta Alam dengan pertanggung jawaban sebagai seorang khalifah. Dengan harmonisasi cinta dua insan yang telah utuh menjadi "satu" menjadikan lelah bernuansa indah, Saling menopang kekuatan dalam menempuh problematika baik dalam perihal anak-anak, keluarga, sosial, hingga ancaman lingkungan yang bisa saja sewaktu-waktu terjadi. Semua untuk membuat Allah ridho atas kebersamannya.
Bersama untuk menggenapkan agama...
Bersama untuk berkontribusi untuk bangsa dan agama...
Bersama untuk mengokohkan langkah mencapai ridho-Nya.
Bersama dalam lelah berkepanjangan agar mampu menikmati istirahat panjang di taman Syurga sekeluarga.
*berkontemplasi dalam lelah
09-05-17 @Bandung