Selasa, 24 September 2013

Ananda, Amak dan Ayah



 
Amak dan ayah yang tersayang
Dalam balutan cinta mu aku dibesarkan
Dengan ikhtiar mu yang tak putus-putus
Ku tenggerkan penghidupan
Jasa-jasa itu tak kan pernah bisa ananda bayar

Amak dan ayah yang tersayang
Aku kecil yang banyak ulah
lalu dibalas dengan doa tulus yang melimpah ruah
hingga aku besar
tak pernah keluh kesah itu keluar

Amak dan Ayah yang tersayang
Dengan peluh derita itu aku disenangkan
Bersama derai tangisnya aku dibahagiakan
Semua tak sanggup ananda balaskan

Amak dan Ayah tersayang di rantau sebrang
Ananda sedang berjuang, mengarungi kehidupan membekali masa depan
Ku titipkan do’a pada Tuhan
Agar menjaga Amak dan Ayah dunia akhirat
Pada akhir nan indah kelak
Ku perjuangkan tuk menggapai mahkota kemulian dari Tuhan
Untuk makhluk yang paling ananda cintai karena Allah, Amak dan Ayah

Pesona Ilmu Fisika dalam Kalam Ilahi



Oleh: Sulastriya Ningsi, S.Si
(Alumni Fisika Universitas Andalas, Padang)


Kicauan merdu yang mengalun dengan simfoni tak terperikan. Frekuensi suara ini kerap menarik perhatian siapapun yang mendengarnya. Makhluk itu tercipta indah dengan kedua kepak sayap yang menyemburatkan gelembung iri di hati manusia. Bagaimana tidak, Camar, Pelikan, Elang, dan sekumpulan jenis burung lainnya dapat dengan bebas mengarungi angkasa lepas. Mereka terbang tanpa harus membuat polusi suara dengan kebisingan-kebisingan layaknya pesawat yang diciptakan manusia. Kenyataannya segala akal dan kegeniusan manusia belum mampu menandingi terbangnya burung dengan mulus dan sempurna tanpa harus melibatkan mesin-mesin berteknologi. Apalagi saat menyaksikan atraksi mereka berlangsung di udara, sungguh luar biasa dan mengagumkan. Design pada tubuh burung ini adalah setitik dari lautan kebesaran Sang Maha Pencipta.
Beberapa pertanyaan bisa jadi bersemayam di akal manusia. Bagaimana burung ini dapat terbang?. Inilah jawaban yang sering luput dari penjelasan secara umum biasanya. Burung dapat terbang dengan sekelumit formula-formula fisika yang telah mereka terima sebagai insting dari Tuhan. Dalam kerjanya, terdapat empat gaya yang terlibat ketika burung melakukan atraksi tertua ini:
1.      Gaya Hambat Udara (Drag Force). Gaya ini dihasilkan dari tumbukan molekul-molekul udara dengan sayap burung yang arahnya berlawanan. Luas permukaan dan kecepatan lintas burung sebanding dengan besarnya gaya hambat udara. Jika semakin luas permukaan burung maka menjadikan gaya hambat udara lebih besar. Contohnya seperti manusia yang sedang mengarungi angin kencang, apabila ia membuka kedua lengannya (meluaskan permukaan tubuh) maka akan semakin sulit untuk melangkah. Begitu pula halnya kecepatan lintas.
2.      Gaya Angkat (Lift Force). Sayap burung diciptakan dengan design yang sangat teliti. Bagian atas dari sayap burung memiliki permukaan yang melengkung. Bentuk ini menjadikan lintasan udara yang melewatinya semakin jauh. Seperti gambar 1.
Gambar 1. Aliran Udara pada Sayap Burung
Dengan bentuk sayap seperti itulah yang membuat perbedaan tekanan udara antara udara di bagian atas sayap dan bawahnya. Tekanan di bagian atas akan semakin kecil karena  udara bergerak lebih cepat akibat lintasan yang lebih jauh. Akhirnya,  burung mendapat gaya dorong ke atas. Disamping itu, gejala alam aksi-reaksi pada kepakan sayap juga mampu menciptakan gaya angkat tersebut. Apabila aksi sayap burung menekan udara ke bawah maka akan menimbulkan reaksi gaya  angkat tubuh burung ke atas.
3.      Gaya Dorong (Trust). Ini sangat simpel sekali. Gaya ini diproduksi dari kepakan sayap yang membentuk seperti angka 8 tidur (diamati dari samping). Gerakan tersebut menciptakan pusaran udara (vortex) yang menjadi gaya dorong tubuh burung ke depan. Besar kecilnya gaya dorong tergantung pada kekuatan otot.
4.      Gaya  Berat (Weight). Gaya ini berasal dari gravitasi bumi yang menarik tubuh burung ke arah bawah.
 
Gambar 2. Gaya-Gaya pada Burung ketika Terbang

Dengan memodifikasi keempat gaya di atas, burung dapat melakukan atraksi seperti  parachutting (gerak parasut),  gliding (meluncur), flight (terbang kedepan), dan soaring (membubung).
Sebagai seorang muslim sudah menjadi kewajiban kita untuk senantiasa dalam tadabbur alam ini. Sesungguhnya tidak ada satupun dari penciptaan Allah swt yang luput dari kemanfaatan.  Perintah iqra’ tidak semata membaca dalam makna tulisan, lebih dari itu ‘Bacalah alam ini!’, inilah pesan yang tersirat dari Kitab Suci Umat Islam (Q.S. al-‘Alaq: 1).  Betapa getir hati ini jika menyaksikan semangat para ilmuan di masa keemasan Islam (Khalifah Turki Utsmani). Mereka mampu membuahkan karya-karya agung di setiap lini ilmu.  Jelas mereka belajar dari alam dan melakukan observasi pengetahuan dari kalam Ilahi. Untuk masalah ini, pada abad ke-7 Abbas Ibnu Firnas adalah sosok cendikiawan muslim yang menjadi penggagas pertaman pesawat terbang bukanlah Wrigth Bersaudara yang dikabarkan baru menemukan pada abad ke-19 ini.   Tahukah anda apa yang menginspirasikan Abbas menciptakan pesawat, tidak lain adalah atraksi burung di udara.  Abbas pun merakit alat terbang dengan teknologi tercanggih di masa itu melalui perakitan sayap yang ditempelkan pada punggung. Alat terbang ini menjadi titik tolak teknologi penerbangan pesawat di Era Modernisasi sekarang. Metode penerbangan burung dipelajari secara detail oleh para ilmuan di abad ke-19 yang kental dengan dasar ilmu-ilmu fisika seperti yang dipaparkan sebelumnya.
Teknologi mutakhir pada tranportasi udara sudah menjadi perancangan Allah swt sejak alam diciptakan beserta dengan perangkat hukum-hukumnya. Ini terbukti dari pesan tersirat yang disampaikan langsung oleh Malaikat Jibril kepada Rasul saw 14 abad silam. Tepat dalam Q.S al-Mulk: 19 Allah berfiman, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu”. Coba perhatikan ayat ini baik-baik, pahami dengan seterangnya pemahaman, maknai dengan setajamnya pemaknaan. Lalu kembali pada ilmu fisika yang bekerja pada saat burung atraksi sebagaimana penjelasan sebelumnya.  Atraksi meluncur, membumbung, mendarat, terbang kedepan, serta berbagai jenis terbang lainnya melibatkan sayap, kepakan (mengembangkan dan mengatupkan), dan udara.  Semua konsep ini telah tertoyong dalam al-Qur’an jauh sebelum riset-riset ilmiah dilakukan oleh segenap para pakar di bidang penerbangan. “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”
Al-Qur’an memang bukanlah kitab pengetahuan namun kitab agung yang menjadi inspirasi-inspirasi sains dan teknologi modern. Penelaahan gaya (force) pada atraksi burung hanya satu contoh dari sekian ilmu fisika yang terkandung dalam Kalam Ilahi. Semoga tulisan ini mampu mengembalikan ghiroh  umat Islam agar lebih dekat dengan al-Qur’an dan senantiasa mempelajari makna-maknanya untuk menguatkan keimanan, menyemaikan takwa, serta membuahkan ketaatan pada Allah swt.

Minggu, 08 September 2013

Bingkisan Cinta untuk Hati nan Lalai



Hari ini tanggal 8 September 2013, tepat minggu pagi. Aku sudah harus buru-buru mempersiapkan diri untuk serangkaian aktivitas yang tak pernah ku kenal selama hidupku.  Angkutan kota sudah mulai tersingsing di pelepuk mata, stoppppp! sip aku beringsut menaikinya. Entah apa yang kurasakan saat pertama kali aku harus berjuang bersama dengan orang yang kukenal baru satu malam ini. Aneh, canggung, penasaran, menggodok benak yang sedang kebingungan. Aku di ajak mengikuti DS untuk pemenangan pilkada bagi salah seorang tokoh yang disongsong sebuah partai politik teradil dan tersejahtera di Indonesia. Sebenarnya niat ku hanya ingin mencari pengalaman dan menambah wawasan. Alih-alih dapat pahala atas segala niat lurusku dalam memperjuangkan pemimpin yang sholeh, arif, lagi bijaksana bagi Kota Padang tercinta. Acara pun ditunda sampai pukul 10.30 wib dari kehadiran ku yang mutlak jam 09.15 wib. Hatiku berdetak, mungkinkah salah satu tes untuk melewati pembekalan ini di mulai dari uji kesabaran. Ini sungguh menyiksa, jelas kata-kata itu haram untuk ku luapkan. Panas, gerah, pusing, dan kejengkelan sudah mendidih benar-benar dahsyat saat itu. Untuk menanggulanginya aku ucapkan istighfar tak henti-henti, mana tahu semua ini dapat mengampuni dosa-dosa ku. Tambah lagi ku ucapkan kata’ duh nikmatnya ya panas ini.. uuuuuh!. Hehehe agar aku tak divonis hamba yang kufur nikmat. Jelas saja kondisi ini jauh lebih baik dari saudaraku yang di Palestina, Syiria, Mesir, dan Negara Muslim yang sedang dilanda derita karena kedzaliman yahudi durjana. Disini aku masih bisa menghidup udara panas yang segar sedang mereka menikmati udara mesiu dan gas beracun yang tak kunjung henti, disini aku masih bisa merasa aman dan nyaman dengan kegerahan keringat yang menyucur sedang mereka senatiasa dalam terror dan cucuran darah yang suci mengarus tulus, disini aku juga bisa ngobrol, ketawa-ketiwi, dengan asyik dalam kepusingan kepala atas terik matahari sedang  mereka tak sempat bicara selain kalimah Allah lalu peluru sudah melobangi sekujur tubuh tanpa kenal bagian yang mana. Sudahlah ini jelas lebih menguntungkan dan aku tidak boleh mengeluh. Jika manunggu kehadiran pemateri  saja aku tak lulus apalagi bersabar dalam ujian, ibadah dan ketaatan. Wah-wah bisa-bisa bau syurga saja jauh dari penciuman kelak. Huftttt. . .! Tidak ada hari tanpa amal kebaikan kecuali ia akan mengundang simpatik Allah Yang Maha Penyayang. Semoga kini Allah memandangku dengan kasih sayang dan ridho melimpahkan rahmat-Nya untukku. Amin
Alhamdulillah, radiasi sang surya semakin berpacu menyela di celah-celah kaca untuk menghampiri sang kulit. Kian menyengat, memerahkan rona wajah yang ayu, sekaligus membilasnya dengan butir keringat yang bening. Pemateri sudah datang sambil mempersiapkan perlengkapan slide dan infocus. Aku duduk di kursi terdepan. Ini sudah menjadi kebiasaanku, senang saja jika bisa mendengar suara pemateri lebih jernih dan bisa langsung menatap layar itu dari jarak dekat, jadi mataku tak perlu beraproksimasi  maksimal kan ?. cerita di mulai dari kehororan kondisi Muslim dan keberadaan Islam kini. MasyaAllah masih semesta mata hati yang tertutup, telinga yang tuli, mulut yang bisu, tubuh yang kaku untuk bergerak, melangkah, dan menyeka kemalasan. Islam sangat butuh kita, kita yang inginkan kedamaian, butuh tenaga kita, kita yang rindukan ketentraman dalam naungan Ilahi, butuh harta kita, harta yang akan menyokong tegaknya kebenaran. Butuh cinta dan totalitas kita, cinta dan totalitas yang murni untuk syahid di jalan-Nya. Apakah paragraf cerita di atas terpapar begitu menegangkan dan membuat hati kuncup mengulai lemas.  Ini bukan main-main sobat, ini serius. Kita tengah berada di kubang perseteruan kebatilan dan kebenaran, namun kutub kebatilan lebih mendapat sorak-sorai lebih meriah daripada mereka yang berada di podium bendera kebenaran, geng yang senang berada dalam kegetiran asalkan masih untuk ketakwaan pada Allah.  Apalagi ketika pemateri mengisahkan para syuhada yang dengan gembira mengejar peluru dari militer Israel. Ini cerita yang menawan sobat, kau tahu jangankan engkau, aku saja masih tak kuat mental untuk berselancar di medan jihad sana, apalagi bermain kejaran peluru dengan tentara Israel agar cepat bertemu Allah. Oh air mata, kini kau baru sadar untuk keluar. Aku terisak dalam hati. Mengapa begitu lalainya aku selama ini. Betapa sudah jauh tertinggalnya langkahku untuk mengejar cinta Allah. Cukup sudah, pelatihan ini begitu dahsyat. Aku mulai mengerti untuk apa aku harus melangkah nanti, pada arena dakwah di masyarakat. Kuncinya, jangan menyerah, berikan yang terbaik, dan terus melangkah. Aku suka benget !. okey-okey terlalu ruwet untuk dideskripsikan semua. Intinya jangan terlena wahai saudaraku seiman, ayo bangkit dekatkan diri pada Allah dan lawan kedzaliman.