Jumat, 28 Juni 2019

Layang-Layang

Sejak kecil, Ayah selalu menjadi sosok yang mengagumkan. Aku tak pernah habis permainan jika bersama Ayah. Namun, ada satu permainan yang sangat aku gemari bersama Ayah yakni bermain layang-layang. Ayah adalah makhluk langka sebab superkreatif yang dimiliki nya. Jika kalian ingin main layang-layang kemudian orang tua kalian akan pergi ke pasar untuk membelinya. Ayah tidak begitu, disaat ingin bermain layangan Ayah akan mengajak aku dan kedua Abang pergi ke dusun untuk mencari bambu. Kelihatan agak berlebihan kan? Tapi begitulah Ayah terus mengajari anak-anak nya tentang pentingnya proses atas apa yang ingin dikehendaki. Jadi kami tidak mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara yang instan.  Setelah itu Ayah akan mengajari kami cara membuat bingkai layang-layang dan merakitnya hingga menjadi layangan utuh yang amat sangat besar dan bisa berbunyi. See? Layangan yang aku punya berbeda dengan yang lain. Agak sombong sih waktu itu. hahaha *maklum anak kecil, akutu masih usia 5 tahunan kan*.

Saat menerbangkan layangan Ayah menjadi suporter ala-ala Gruu nya di pilem pilem yang ada Minion ituh *ah lupa judulnya,wkwkwk*. Duuuh, masih ingat saat layangan ku mengangkasa, kala itu hari telah senja. Angin berhembus sedang kearah timur, mengosai rambutku yang kadang membuat ku risih. Ayah mengajak ku duduk disampingnya, kami terpana dengan layangan baruku yang berhasil kuterbangkan sendiri *awalnya dibantu Ayah sih, hehe*. Ayah yang jarang bicara itu pun bertanya padaku? "Senang, Nak?". Pertanyaan sederhana yang jawabannya  kutumpahkan dengan ekspresi lebay banget ala anak-anak yang penuh semangat saat itu.*you know la kan? anggap aja tahu*. Ada kalimat-kalimat Ayah yang kuingat sampai kini saat menarik tali layangan baruku itu. "Nak, Perempuan itu seperti tali dan layangan itulah laki-lakimu nanti. Jadilah tali yang berkualitas untuk menerbangkannya jauh tinggi ke angkasa sana. Saat angin kencang ingin menjatuhkannya jadilah penguatnya dalam mengarungi keonakan angin itu. Bila hari telah larut senja, jadilah alasan terkuat untuknya kembali pulang dengan menariknya penuh seluruh dengan perhatian penuh darimu. Jagalah talimu dengan baik agar tetap kuat. Sehingga kau selalu menjadi alasan baginya untuk tetap terbang tinggi dan selalu butuh kau dalam menerbangkan nya.


Aku masih terlalu belia untuk mencerna yang Ayah sampaikan. Tapi aku ingat dua perumpamaan itu. Wanita tali, dan laki-laki layangan. Kalimat itu terasa begitu dalam saat aku cerna kembali saat ini. Memang begitulah fitrahnya. Wanita itu diam menerbangkan dan laki-laki itu bergerak terbang tinggi melalang buana di langit. Namun, segenap pergerakan dalam menjalani  tugas untuk perempuan nya, demi perempuan yang mengizinkan untuk terbang itu.

Ah...Ayah. Aku mau bilang...
Sekarang layang-layang ku lagi meniti langit gunung salak. Baru saja kulepas terbangkan sesubuh hari ini. Baru durasi jam aku tak tahan untuk menarik talinya kepangkuanku. Aku sangat khawatir dengan  apa-apa yang terjadi pada  cuaca hari ini.  Selain itu, aku memang tak tahan rindu. Tapi...aku yakin bahwa terbangnya kesana selalu dalam kendali doa-doa yang kupinta pada Allah.  Semoga terbangnya aman dan selamat sampai pada waktunya untuk pulang kembali.

Dear layang-layang ku...
aku sudah rindu.*alay, haaaha*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar