Kadang kita yang suka merasa pintar ini gak sadar udah jadi orang goblok. Sayangnya, kita senang sekali memelihara kegoblokkan itu. Musababnya kita selalu tertipu oleh bungkus luar dari apa yang tampak oleh mata. Rumput tetangga kelihatan lebih wow karena kegoblokkan yang tak sadar dijaga oleh diri. Kenapa yang kita telisik adalah rumput di luar rumahnya dan apa yang ada di dalam rumah tersebut. Boleh jadi, halaman depan rumah yang kita elu-elukan itu indah sehingga kita selalu tergiur padanya, kadang membuat kita lupa untuk bersyukur atas apa yang telah ada pada diri sendiri dan apa yang kita miliki. Padahal isi dalam rumah itu hanya lah problematika yang terus tertutup oleh tampilan luar yang aduhai.
Rumput tetangga lebih hijau, lalu kita tergoda. Melihat yang lain lulus di kampus impian, kita tidak. Walaupun, kita tetap bisa melakukan yang terbaik dimana pun tempat yang telah Allah takdirkan. Buktinya, ada dari mereka yang gagal berkali kali menggapai harapan nya. Namun asanya tak pernah mati oleh takdir yang tak memihak padanya. Baginya hidup bukan untuk merutuki kegagalan, tapi hidup untuk memperjuangkan ikhtiar tetap dalam bingkai ibadah.
Rumput tetangga lebih hijau, lalu kita tertipu. Memandang teman yang lulus terlebih dulu lebih bahagia. Walaupun, kita tetap bisa bahagia dan tenang dengan apa yang telah Allah tetapkan tanpa harus terusik oleh keadaan orang lain. Ada yang lulus cepat, tapi mereka harus berjuang lagi untuk bertahan hidup pasca kampus. Lalu bisa jadi Allah selamat kita dari kegaduhan pikiran pasca kampus agar kita bisa menata lebih baik akan kemana kaki dilangkahkan setelah selesai studi itu.
Rumput tetangga lebih hijau, Lantas setelah sekian waktu pernikahan kita melihat wanita/laki-laki lain lebih kemilau. Dengan cepat kita lebih mudah terpikat dengan kelebihan yang dimiliki oleh wanita/laki-laki lain. Wah dia hebat ya bisa begini dan begitu, sudah mendapatkan ini dan itu, prestasinya ini dan itu. Kemudian kita terpincut untuk terus meng-kepo-in kehidupan luar yang ditampilkannya di jejaring sosial. Tetiba terfikirkan 'ah andai dia pasanganku'. Racun khayalan yang dihembuskan oleh nafsu bertemankan syaithon. Padahal, kita tetap bisa menjadikan pasangan kita yang paling menawan jika kita mampu menjaga pandangan dengan iman dan melindungi hati dengan dzikir lalu berhenti mencari-cari tahu kelebihan wanita/laki-laki lain yang menjadi bibit penyakit. Entah kenapa kita lebih senang mengeksplor kelebihan yang ada pada wanita/laki-laki lain dibandingkan mendukung pasangan kita untuk lebih baik dalam mengembangkan potensinya. Belum tentu pula lah yang lebih cantik/ganteng dan yang luar biasa itu akan bisa bertahan dengan segenap kekurangan kita saat merenda rumah tangga. Seyogyanya kita mesti sering menelisik dalam hati dan mengingat kembali, mengapa dulu kita pernah memperjuangkan seseorang yang kini menjadi bagian dari hidup kita. Sehingga kita tak pernah mau beranjak hati dan pikiran kecuali untuk menjaga pasangan selalu menjadi yang terbaik dalam pandangan kita.
Ah...
fenomena rumput tetangga lebih hijau itu takkan berkesudahan bila kita tak mau mengontrol diri memberhentikan nya.
Kalau kata para ustadz dan motivator gitu, berhenti lah membanding hidup kita dengan
orang lain lalu fokuslah dengan ketaatan pada Allah. Itu lebih baik!