Jumat, 19 Juli 2019

Bekal Menikah

Pagi-pagi dapat nasihat penyegaran dari Ig nya Teh Karin (@karinahakman) tentang pernikahan. Memang cerita dan diskusi  seputar pernikahan memang tak pernah ada selesainya. Topik pernikahan terus saja menjadi tema unggulan baik di kalangan kawula muda yang tengah mempersiapkan maupun para pasutri yang tengah menjalaninya.

Saya langsung terenyuh dengan potongan nasihat Yoyoh Yusrah ya ng dikutip oleh Yeh Karin, "Menikah adalah ladang untuk berfastabiqul khairat, bukan sarana untuk menyandarkan beban. Maka pasca menikah tidak ada istilah saling menunggu, yang ada adalah saling berebut untuk saling melayani. Tuk segera berbagi kebaikan dan teladan".

kalimat itu nusuk banget di jantung kesadaran saya, merasuki nukleus jiwa hingga menjadikan saya berkontemplasi panjang tentang perjalanan pernikahan yang telah terlampaui sebanyak 6 purnama ini. Memang benar yang disampaikan oleh Ustadzah Yoyoh, konsep memberi tanpa harap kembali akan membatu kita  agar lebih tenang dalam melakukan kebaikan. Sebagai  implementasi dari ikhlas sebenarnya. Sepertinya hal yang sangat klise, tapi efeknya sangat luar biasa syekale inih. Perkara penting yang perlu dipertahankan agar rumah tangga tetap samara adalah memaksa diri untuk membahagiakan pasangan bukan sebaliknya. Kenapa harus dipaksa?. Lagi lagi karena ibadah itu kadang memang perlu dipaksa. Selain itu, memaksa diri untuk memberi teladan bukan mendikte pasangan untuk begini dan begitu.

Dulunyaaaa banget, suka usil dengan perkara menikah ini. Semisal lagi ada himpitan masalah, apakah itu ujian kuliah, skripsi, tesis selalu saja akhir keluhan berujung dengan kalimat "Ya Udahlah cape, pengen nikah aja". Duuuuuuuuh, ini kalimat hembusan syaithon keknya la ya. Musababnya, menjadikan pernikahan sebagai pelarian dari masalah. Padahal siapapun yang sudah menjalani akan tahu bahwa dalam pernikahan bukan zona bebas masalah. huhu, nggak banget ituh. Siapapun yang menyatakan diri siap menikah, maka artinya dia telah menyiapkan mental untuk di uji dengan kegetiran, kekurangan, kekhawatiran, dan keluarga. Artinya siap menderita, siap bersakit-sakit, siap terluka, siap kecewa, siap untuk bersabar hingga liang lahat.
Ya...nikah memang begitu, gak seperti jangkauan imiginasi para singlelillah bahwa menikah adalah dunia romantis, taman berbunga-bunga cinta, setiap hari adalah kebahagiaan bersama. Pas masuk nikah siap-siap aja terpesona dengan segenap euforia yang menguap ke eter harapan hampa.  Bukannya mau bilang ketika menikah itu tidak ada romantis-romantisnya. Ndak jugalah....jelas ada tapi isinya pernikahan bukan hanya romantisme ala-ala Korea tapi lebih padat isinya pada pengorbanan dan komitmen untuk terus belajar untuk bertumbuh bersama dalam kebaikan.

Kalau teh Karin bilang sebaik-baik bekal dalam pernikahan adalah terus belajar menguatkan aqidah. Saat kita yakin bahwa Allah Maha Esa, satu-satunya Rabb yang kita kejar cinta dan ridho-Nya membuat kita lebih kokoh untuk menggantung diri. Sehingga kita tak pernah mendikte kekurangan pasangan masing-masing. Sebab menikah bukan untuk mencari kesempurnaan pada manusia biasa tapi untuk melengkapi segenap kekurangan agar dapat menyempurnakan kebersamaan. Pasti setiap kita punya kurangnya, juga tak jarang pasangan kita ternyata tidak seperti yang kita harapkan. Saat hati telah fokus pada Allah maka kita tak lagi kecewa dan kita akan berjuang untuk menjadikan segala sesuatunya dalam rumah tangga sebagai lumbung amal dan lapangan ibadah kepada Rabb yang kita rindukan itu.

Kita terus belajar yakin bahwa adalah Rabb Yang Maha Pengampun dan Penyayang. Sehingga atas apapun kesalahan yang kita lakukan dalam rumah tangga akan berujung pada taubat nasuha. Sehingga kebaikan-kebaikan lebih deras tercurah kepada masing-masing pasangan.

Kita terus belajar yakin Bahwa Allah itu Maha Kaya dan Maha luas Rahmat-Nya. Sehingga kita tak pernah getir akan rejeki. Kita akan menjadi ikhtiar menjemput Rizki yang berkah bagian dari ibadah. Juga kita harus mengerti bahwa rejeki bukan hanya dalam bentuk uang ataupun harta berlimpah, tapi kesehatan juga bagian dari rejeki, dikelilingi oleh orang-orang sholih pun rejeki, termasuk memiliki pasangan dan anak² yang sholih adalah rejeki yang berharga.

Kita pasrahkan pada Allah untuk menyatukan hati kita dengan pasangan. Kita percayakan penjagaan pasangan kita kepada Rabb Yang Maha Menjaga. Kita sandarkan segala harapan baik kita pada pasangan melalui doa-doa syahdu di sepertiga malam. Semoga Dzat Nan Maha Cinta menumbuhkan rasa cinta yang berkah ke dalam dua hati itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar