Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata:
“Sudah seharusnya bagi penghafal al-Qur’an untuk memperhatikan
malamnya ketika manusia tidur, siangnya ketika manusia makan,
tangisannya ketika manusia sedang tertawa dan kesedihannya
ketika manusia sedang bahagia.”
[al-Adab asy-Syar’iyah , 2/48]
ada tujuh langkah untuk berinteraksi dan menguatkan interaksi dengan Al-Qur’an, yaitu :
1. Ar-Roghbah
“Ar-Roghbah” diartikan sebagai kemauan yang keras. Kemauan untuk bersama dan berinteraksi terus
dengan Al-Qur’an. Kemauan ini harus diungkapkan dan dituliskan. Misalnya saja menuliskan target
tilawah (membaca, red) Al-Qur’an 1 juz per hari, target muroja’ah (mengulang hapalan, red) 1 juz per
hari, dan target ziyadah (tambahan hafalan, red) 1 halaman per hari di buku rencana kita.
Ada beberapa penyebab rendahnya “Ar-Roghbah” berinteraksi dengan Al-Qur’an, seperti:
a. Keimanan yang lemah
b. Sangat cinta dunia.
Betapapun sibuknya kita, jika memiliki kemauan yang keras pasti akan selalu ada waktu yang kita
sisihkan. Walaupun itu pada akhirnya mengorbankan waktu-waktu yang dengan kita sendirinya sadari
tidak terlalu bermanfaat semisal menonton TV. banyak berbicara dengan teman, dls.
Kemauan yang keras juga akan memicu bantuan dari Allah yaitu dibukakan jalan berupa kelapangan
waktu, tenaga dan kesempatan. Masih ingat bukan pepatah juga mengatakan, “Man Jadda, Wajada”
Bagaimana menjaga kemauan kita agar tetap kuat?
Naik turunnya kemauan adalah hal manusiawi seiring keimanan yang kita miliki. Namun itu juga
bergantung seberapa besar nilai Al Quran dalam diri kita. Sahabat Rasul sampai mengatakan bahwa Al
Quran lebih baik dari apa-apa yang dikumpulkan oleh para pencari dunia. Jadi tinggikan nilai Al Quran
dalam diri kita
2. At-Tanfidz
“At-Tanfidz” diartikan sebagai aksi/tindakan. Ar-Roghbah saja tidak cukup, harus berlanjut ke AKSI.
Make the willingness real.
Jadi, apa yang telah dituliskan tadi diaplikasikan, dilakukan. Kemudian didukung dengan banyak
mendengar murotal Qur’an, perbanyak koleksi murottal dengan berbagai Qori, membaca buku tentang
Al-Qur’an.
Ikut komunitas dan membentuk komunitas tahsin dan tahfizh juga salah satu cara ampuh karena
interaksi dengan Al Quran itu akan lebih kuat jika bersama-sama.
Kisah Umar bin Khattab dan Al Walid bin Mughiroh
Umar yang mati dalam hidayah Islam dan Al Walid dalam kekafiran memiliki kisah menarik untuk kita
simak.
Umar masuk Islam ketika mendengar saudarinya membaca Quran surah Ath Thaha. Mendengar alunan
penuh makna yang indah ia langsung bertanya, “Apa yang engkau baca itu?”. Tak puas mengetahuinya
ia menemui Rasulullah dan saat itulah juga ia bersyahadat kemudian.
Lain halnya kisah hidup Al Walid, seorang penyair yang terkenal karena menguasai berbagai jenis syair
di dunia. Ia diutus kaum kafir untuk membujuk Rasul mengehentikan dakwahnya. Dengan kemampuan
speaking- nya dia menghadap rasul dan menanyakan “Apa yang engkau kehendaki, Muhammad?”
Ketika ditawari harta, tahta maupun wanita Rasul hanya menjawab dengan salah satu bagian surah
dalam Al Quran. Al Walid lantas terhenyak. Pertama kali ia mendengar makna indah seperti itu. Tak
mungkin ia tak lantas masuk Islam. Ia masih berminat menimbang-nimbang. Akhirnya di perjalanan ia
bertemu kawan-kawannya dari kafir Quraisy dan kekagumannya pun hilang. Akhirnya dia tidak jadi
masuk Islam dan bahkan menganggap Al Quran berisi sihir belaka.
Dari dua kisah tersebut kita bisa menarik kesimpulan. Ketika kita menunda-nunda boleh jadi nikmat
iman dan islam kita akan perlahan terkikis oleh waktu dan keadaan. Karena seyogyanya penundaan
kebaikan akan hanya bermuara pada dua hal :
1. tidak jadi berbuat
2. penurunan kualitas dalam berbuat
Maka mari segerakan kita mengambil langkah sigap.
Alangkah indah nasihat Ibnu Umar: “Jika di waktu sore maka janganlah menunggu datangnya pagi,
jika di waktu pagi jangan menunggu datangnya petang, gunakan waktu sehatmu sebelum datang
sakitmu, gunakan kesempatan hidupmu sebelum datang kematianmu.”
3. At-Tashobbur
“At-Tashobbur” diartikan sebagai menyabarkan-nyabarkan diri. Artinya lebih dalam dari sekedar
“sabar”. Tidak hanya “sabar”, tapi “menyabar-nyabarkan” diri untuk berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Terkadang perlu untuk memaksa diri berinteraksi dengan Al-Qur’an dalam porsi yang besar. Kemudian
tidak “melarikan diri” darinya. Jika kita memiliki batas kesabaran maka kita akan lampaui batas itu
dan berusaha meningkatkannya.
Demikian pula ketika dalam menghafal, tidak meloncati suroh yang akan dihapal karena dianggap sulit
merupakan sikap at tashobur.
“Sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).”
(QS. Al-Insyiqoq : 19)
Ada tips untuk menghapal suroh yang sulit itu. Pindahkan fokusnya pada waktu. Misalnya “saya akan
bersama Suroh Al-Jin selama 1 jam.” Tidak perlu membebani pikiran bahwa 1 jam itu mesti hapal, tapi
rutin saja lakukan itu dulu. InsyaAllah ketika sudah familiar dengan surohnya, akan mudah terhapal.
4. At-Taladzudz
“At-Taladzuz” diartikan sebagai menikmati. Ketika sudah menyabarkan diri bersama Al-Qur’an dengan
porsi yang besar, memenuhi targetannya, maka yang awalnya terasa sulit, akhirnya menjadi
“menikmati” semuanya.
5. Al-Mudawamah
“Al-Mudawamah” diartikan sebagai terus-menerus bersama Al-Qur’an. Karena telah terasa nikmatnya
bersama Al-Qur’an, maka tidak akan rela jika satu hari pun terlewat bersamanya. Langkah ini adalah
langkah penting sebagai bentuk syukur nyata kita telah diberi kenikmatan iman dan islam, serta
kelapangan waktu, kesehatan dan segala hal sehingga memungkinkan untuk terus berinteraksi dengan
Al Quran
6. Al-Iktsaar
“Al-Iktsaar” diartikan sebagai banyaknya waktu yang digunakan untuk bersama Al-Qur’an. Waktu
menjadi produktif bersama Qur’an. Jadi, jika dipoin ke-5, frekuensi berinteraksi dengan Al-Qur’an
adalah terus-menerus, maka di poin ini, kuantitasnya diperbanyak.
Bagaimana menyikapi pandangan, “buat apa tilawah banyak, yang penitng dipahami. Buat apa hafal
banyak yang penting implementasi,” dan semacamnya?
1. Jangan bercita-cita di salah satu target interaksi saja. Bahkan apabila sudah hafal 30 juz
sekalipun. Mimpi dan usaha kita harus menyeluruh. Dari mulai membaca, menghafal, mentadabburi
dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun keterbatasan kta tidak bisa dipungkiri. Ada
yang memilih fokus pada tilawah dahulu dirutinkan dan diperbagus tahsinnya, baru mulai menghafal.
Ada yang mulai dari mentadabburi baru menghafal. Yang mana saja boleh, sesuai kemampuan kita
masing-masing
2. Jangan pernah kita menganggap remeh aktivitas interaksi lain. Sehingga muncul sikap negatif
terhadap orang lain yang baru mulai belajar tahsin, atau baru membiasakan tilawah, atau memilih
menghafal walau belum sempat secara intensif mengkaji tafsirnya. Karena boleh jadi kita hanya menilai
orang lain sementara kita sendiri belum bisa melaksanakannya.
7. Al-Istiqomah
Ternyata poin istiqomah berada di akhir. Ya, karena sulitnya untuk istiqomah ini dan untuk menjadi
istiqomah diperlukan waktu yang cukup panjang dan setelah melewati berbagai tahapan. Istiqomah,
dengan kemantapan hati berinteraksi dengan Al-Qur’an baik itu membaca, menghapal, membaca tafsir,
dan mengamalkannya dalam kehidupan hingga Allah SWT memanggil kembali pada-Nya.
Semoga kita bisa perlahan namun pasti mengamalkan langkah-langkah di atas dan seperti langkah
terakhir – ISTIQOMAH- untuk terus mengamalkannya.
Selasa, 08 April 2014
Dekat dengan al-Qur'an
ODOJ Tausiah
OASE DAKWAH~Penyejuk Hati Penggugah Jiwa
7 April 2014
Berbaik Sangka
Aku berada dalam prasangka HambaKu terhadap diriKu ( HR. Bukhori Muslim)
Berbaik sangka kepada Allah sebagai ibadah mulia serta sifat manusia yang beriman..
Namanya 'Syahdan' yg terkenal bijak oleh masyarakat di sekitarnya. Tak heran, kalau dia pun sering dimintai nasihat. Setiap kali diminta nasihat, entah baik atau buruk ia selalu berkata "inilah yg terbaik".
Di sebuah kerajaan, suatu ketika kelingking Raja terpotong oleh tangannya sendiri saat berlatih pedang. Baginda pun marah dan kecewa, lalu dipanggillah penasihat tersebut untuk menenangkan hatinya yang gundah. Lantas dengan tenang penasihat berkata "inilah yg terbaik bagi Baginda Raja".
Mendengar jawaban itu, Raja marah, tanpa berfikir panjang ia memerintahkan pengawal menyeret dang penasihat ke tahanan.
Beberapa hari kemudian, Raja bersama beberapa pengawal dan penasihat berburu di sebuah hutan belantara. Tanpa disadari, mereka telah memasuki kawasan bangsa primitif dan terjebak dalam perangkap mereka. Lalu, Raja bersama beberapa pengawal dan penasihat dibawa ke tempat persembunyian mereka sebagai tawanan
Disana, pengawal dan penasihat dibunuh untuk dijadikan tumbal bagi sesembahan mereka. Hingga tiba giliran raja untuk dikorbankan, namun melihat kondisi kelingking Raja cacat mereka menganggapnya tak cocok dibunuh, sehingga dilepaskan begitu saja.
Setiba kembali ke istana, Raja berkata kepada penasihatnya "kalau aku memperoleh kebaikan dari kelingkingku yg terpotong, lantas kebaikan apa saja yg kau dapatkan selama di tahanan?"
Sahabat,, Meski tak mudah apalagi disituasi sulit teruslah berupaya membiasakan diri berbaik sangka.
Bisa karena terbiasa
Diambil dari majalah Gontor edisi Dzulhijjah oleh "Hairudin Mubarok"
Wallahu a'lam, ditulis kembali Oleh Fahria Lasmina
Rochma Yulika- Kabiro Tausiyah Rutin ODOJ
Tradera/TR/07/07/04/2014
Kamis, 13 Maret 2014
Konsep Kepemimpinan dalam Islam (2)
Konsep Kepemimpinan dalam Islam (1)
Minggu, 23 Februari 2014
Agar Pintu-Pintu Kebaikan Berlimpah
.
Suatu hari, aku bersimpuh di pelataran Masjid al-Haram sambil menikmati munajat kepada Allah. Demikian Aidh al-Qarni menuangkan kisahnya dalam karya monumental, La Tahzan.
Kala itu kota Makkah sedang dipanggang oleh terik matahari. Kira-kira waktu Dzuhur masih tersisa satu jam lagi. Tiba-tiba seorang laki-laki tua melintas di hadapanku. Kedua tangannya memegang gelas-gelas berisikan air Zam-zam. Tampak jemari keriput itu menggenggam erat. Seolah ingin memastikan, tak ada air yang tumpah dari wadah yang berbahan plastik itu.
Dengan santun, ia lalu menghampiri setiap manusia yang ada di sekelilingnya. Menawarkan seteguk air Zam-zam segar di siang hari yang terik. Demikian seterusnya, pria sepuh itu tak henti membasuh leher-leher tamu Baitullah dengan air Zam-zam. Serta merta orang-orang di sekitarnya turut menatap perbuatan orang itu. Seolah ikut menunggu, kapan kemuliaan itu datang menghampiri mereka. Meneguk air Zam-zam yang mulia dari sodoran laki-laki berhati mulia itu.
Tak jauh darinya, aku hanya bisa membatin. Aidh al-Qarni meneruskan ceritanya. Aku terpana melihatnya tersenyum ketika menawarkan segelas air Zam-zam. Serta menyaksikan senyum itu kembali mengembang lebar kala orang-orang berterima kasih kepadanya. Sungguh, meraup kebaikan itu sangatlah mudah bagi orang-orang yang dilapangkan hatinya oleh Allah. Sebagaimana orang-orang ihsan itu sangatlah banyak di sekitar kita. Semuanya berpulang kepada Allah sebagai Pemilik seluruh kemuliaan di jagat raya.
Bagi orang beriman, tanda kebagusan iman itu, salah satunya terpancar lewat kecintaan kepada kebaikan. Mereka senantiasa menyukai kebaikan dan berharap kebaikan itu juga ada pada saudaranya yang lain. Sebaliknya mereka benci dan turut merasakan lara kala keburukan itu menimpa saudaranya.
Sejatinya, perbuatan baik itu meruahi kehidupan orang-orang beriman. Begitu banyak kebaikan dan sejatinya peluang berbuat ihsan itu selalu ada di hadapan kita. Hanya satu soalan lagi, sudahkah kita benar-benar bermohon kepada Allah