Minggu, 21 Mei 2017

Peka= Peduli

*PEKA=PEDULI* ��

Rasa peduli merupakan puzle terpenting  dari pola hidup sukses, karena rasa peduli menyatakan dengan tegas bahwa kita mau dan mampu berkontribusi untuk kebaikan . Kepedulian juga menyentak kesadaran  bahwa kita bersedia memperbaiki sesuatu yang salah dan menempatkan kembali segala sesuatunya di tempat yang benar.

Terkadang peduli menjadi sebuah rasa kesedian untuk rela berkorban. Segala sesuatu sudah pasti ada harganya. Ada yang harus dibayar untuk setiap hal, tidak harus melulu uang tapi sesuatu yang harus dikorbankan baik waktu, tenaga, pikiran atau peran serta aktif lainnya untuk mewujudkan visi besar yang bermakna bagi sesama dan alam semesta.  Saat datang problematika bertubi-tubi  maka kita harus peduli terhadap  masalah/problematika yang tengah  menghadang,  jangan lari dari masalah karena itu tak akan pernah membuat masalah menjadi tuntas.

“Siapa saja yang meringankan  beban seorang Mukmin di dunia, Allah pasti akan meringankan bebannya pada Hari Kiamat. Siapa saja yang memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, Allah pasti akan memberi dia kemudahan di dunia dan akhirat. Siapa saja yang menutupi aib seorang Muslim di dunia, Allah pasti akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR Muslim dan at-Tirmidizi).

Itulah penghargaan Allah SWT yang luar bisa kepada hamba-Nya yang peduli kepada sesamanya.

������

Rabu, 17 Mei 2017

Mu'alaf

Untuk kesekian kali menyaksikan hamba Allah yang mengikrarkan syahadatnya. Pemandangan ini betapa mencuarkan ketakjuban jiwa. Menyegarkan kembali kesyukuran diri sebagai hamba yang telah bertahun-tahun diberi nikmat sebagai muslim. Terlebih ketika Allah pertemukan saya dengan seorang mu'alaf, lantas saya  diberi amanah sebagai guru mengajinya. Kekuatan tekad mu'alaf itu untuk menjadi hamba yang selalu dekat dengan Allah melalui kalamNya, membuat saya malu pada diri sendiri. Mu'alaf itu mengeja satu persatu huruf hijaiyah, suliit sekali beliau mengejanya. Kasian saya melihat mua'alaf itu mengingat sekelumit aksara Qur'an itu. Belum lagi menyesuaikan dengan makhraj hurufnya. Ya Rabb....semoga Allah mudahkan.

Dipertemukannya saya dengan para mu'alaf itu bukanlah kebetulan, pasti Allah menghendaki saya untuk lebih belajar lagi, khususnya belajar bersyukur. Bersyukur atas nikmat Islam, bersyukur atas nikmat dikumpulkan dengan orang-orang yang mencintai al-Qur'an. Saya yang telah Allah beri nikmat mampu membaca al-Qur'an, masih belum mampu membaca al-Qur'an dengan maksimal. Astagfirullah...

Sangat menderita jika jauhnya diri dari mensyukuri nikmat. Terlebih bila sensitifitas akan karunia yang Allah berikan telah mati fungsi. Hari-hari yang dilalui penuh rasa gelisah, selalu dengki melihat orang yang melebihi dari sisi duniawi, semua jalan kehidupan semakin sempit dan sesak. Na'udzubillah...Perbanyak muhasabah diri mudah-mudahan melembutkan kembali hati, mengikis karatan qalbu, dan mengembalikan kesadaran bahwa diri ini hanyalah seorang hamba.

Sabtu, 13 Mei 2017

Menghargai Kehidupan

Seorang anak kecil perempuan sekitar usia 5 tahunan itu manis sekali, tertegun saya melihatnya. Duduk di depan sebuah ember yang berisi air dan membilas satu-persatu gelas-gelas di dalamnya. Di usia yang se belia itu, ia meski menjalani kehidupan bersama debu tepi jalanan dan kerasnya arus pergaulan di kota metropolitan. Hampir saja tangis saya pecah menyaksikan perjuangan hidup yang tengah dilakoni adik kecil itu. Membantu entah ortu atau siapalah itu, saya tidak bertanya, namun hal terpenting adalah ia sedang berupaya untuk bisa bertahan hidup.  maka ia pun berjuang menyelesaikan tugas sebagai pembantu di tempat usaha batagor gerobak itu  walaupun di usia yang mestinya ia  bermain di taman kanak-kanak dan bergembira ria dengan teman seusianya. Ya Allah dik....semoga Allah jadikan kamu wanita sholih nan hafidz Qur'an dengan masa depan yang lebih baik do'a ku untuknya.

Pemandangan-pemandangan sedemikian mewarnai spektrum perjalanan saya selama di angkutan umum. Hal yang paling saya senangi saat habis motivasi adalah rihlah sendiri. Melakukan perjalanan ke beberapa destinasi yang mampu membuat saya dapat lebih menghargai kehidupan ini. Kondisi yang berulang dalam keseharian tak jarang menjadikan diri ini merasa kehilangan cara untuk bersyukur. Dengan jelas kehidupan segenap anak-anak jalanan itu membuat saya geram dan kesal terhadap diri sendiri. Perihal amanah besar yang sebenarnya akan diemban seusai studi ini. Bahwasanya, banyak dari mereka yang merindukan kontribusi diri ini untuk mampu mengembalikan fitrah dunia ke posisi yang lebih baik. Kelalaian diri untuk menghargai kehidupan jelas memberi dampak terhadap situasi yang akan terjadi dimasa depan. Bukan hanya masa depan pribadi namun diri ini adalah bagian dari masa depan peradaban dunia.

Sedih memang kala jangkauan kontribusi hanya mampu bertengger di level teori. Bismillah....saya bertekad untuk menjadi bagian dari cahaya yang menyinari masa depan peradaban dunia. Visi ini, mengalir dalam nadi jiwa, menderu-deru pada hasrat, menuju jantung pergerakan untuk menjadi lebih baik, lebih memberi arti, dan lebih menyejarah. InsyaAllah

Sabtu, 13-05-17 @ Bandung 

Jumat, 12 Mei 2017

Dream Big, Shine Bright, Inspire More

Bermimpi besarlah, Bersinar teranglah menyinari kehidupan, Jadilah yang lebih menginspirasi.

Wajar saja kegagalan demi kegagalan dalam kehidupan ini memicu mental yang lemah untuk berpencapaian besar. Saya juga begitu terkadang, karena saya hanyalah manusia biasa yang mampu tetap kuat jika Allah memberi kekuatan. Ada hal yang menjadi perenungan saya suatu waktu, tentang bermimpi besar itu. Saya melemparkan diri pada uraian kisah diri ditempo dulu.
Saya yang dulunya hanya seorang gadis mungil nan manja namun mempunyai  angan menjadi seorang astronot. Yah, itu hanya angan-angan, sebuah imijimasi yang sering berkelabat menemani seorang gadis mungil itu kala menatap langit malam dengan  jutaan bintang nan memperindah pesonanya. Saya hanya menaruh itu pada angan-angam sebab saya mengerti hal itu betapa sulit untuk diwujudkan saat saya telah berada di bangku SMP. Tumbuh dalam lingkungan yang semasa kecil tidak sehebat saat ini arus informasinya, menjadikan saya tidak memiliki motivasi hebay untuk masa depan. Kecewa dengan profesi dokter sebab menjadi korban mall praktik membuat saya phobia dengan cita-cita menjadi dokter. Jadilah gadis mungil yang ingin mendewasa itu hanya bercita-cita  menjadi seorang guru TK. Saya tertarik dengan profesi ini sebab dengan perkerjaan menjadi seorang guru TK saya memiliki waktu yang banyak untuk membantu mamak (ibu) dirumah. Saya bisa sambil berdagang (jaga kadai/warung) dan pun berkeluarga ada waktu yang lebih untuk anak-anak. Begitu mulianya hasrat gadis mungil itu, saya merenung hebat akan diri saya di masa lampau.

Namun, Allah Yang Maha Baik berkehendak lain. Usai SMP saya direkomendasi sekolah untuk masuk SMA Favorit di Provinsi Jambi, SMA N Titian Teras Jambi. Sekolah paling bergengsi dizaman saya kala itu. Bukan mudah untuk  masuknya, 3 tahap tes mulai dari akademik, fisik, dan wawancara adalah proses yang hanya bisa dilalui oleh orang-orang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Saya mah apa atuh, juara kelas bukan, fisik apa adanya, dan bahasa inggris pun masih keteteran untuk wawancara. Tetaplah kala itu, saya belum memiliki motivasi besar untuk masa depan karena hanya bercita-cita menjadi guru TK. Maka belajar pun yah biasa-biasa aja, suka tidak mengerti kenapa bisa terpilih di Kelas Unggulan dari kelas VII sampai IX SMP. Saya belajar tapi dalam kadar tidak separah saat saya SMA hingga kini.

Qadarullah, saat mendapat rekomendasi dari guru maka seorang guru nan mulia hatinya itu langsung datang ke rumah untuk meyakinkan ortu bahwa saya harus mewakili sekolah untuk masuk ke SMA favorit itu. Jadilah, saya pergi tes dengan perbekalan ilmu sedapatnya dan kekuatan fisik semampunya serta keterampilan berbahasa yang cuma modal mental. Alhamdulillah hasil pengumuman mencatumkan nama saya sebagai orang yang dengan karunia Allah bisa menjadi salah satu Siswa disana. Entah mau senang, sedih, atau seperti apalah saat itu. Hak yang paling berat bagi gadis manja itu adalah berpisah dengan orang tuanya, lalu meninggalkan tugas-tugas rumah yang biasa ia kerjakan untuk meringakan pekerjaan ibunya, mencuci piring, bebersih, beberes, bantu masak, dan menyetrika pakaian. Saat itu, saya hanya merasa tidak tega dengan mamak jika harus sekolah jauh-jauh dari kampung. Tapi, ortu adalah dua insan yang paling saya cintai setelah Allah dan Rasul itu merupakan ortu yang sangat bijaksana. Dengan penguatan mereka akhirnya saya pun melanjutkan sekolah ke SMA Favorit tersebut.

Maka segala pencapaian besar dan hebat pun dimulai. Berada di antara para bintang membuat saya ikut terwarnai. Belajar dengan mereka yang memiliki kejeniusan dan kemampuan yang di atas rata-rata mengharuskan saya yang biasa-biasa ini harus pontang-panting belajar siang malam hingga memeras otak tak henti-henti. Tak mampu dideskripkan lelahnya dalam fase-fase persaingan dengan mereka yang hebat-hebat itu. Dari mereka saya banyak mencontoh perihal menginput motivasi dalam diri untuk melejitkan potensi. Hidup saya pun mulai terarah pada keinginan besar  yang  membuat saya lebih memaksa diri untuk meluaskan khazanah pengetahuan serta memaksimalkan ikhtiar untuk keinginan itu. Sejak kelas X pun mulai terobsesi dengan kuliah, yang dulunya hanya tamat SMA aja. Lalu saya pancangkan tekad dan usaha untuk lulus di Fisika ITB. Saya memang tidak hebat fisika, bahkan selalu remedial tapi saya suka fisika. Memang membingungkan, baru-baru ini saya baru tahu bahwa seorang siswa yang hanya tinggi dari sisi nilai belum bisa dikatakan ia dapat menguasai ilmu tersebut kecualu ia memiliki keingintahuan yang besar terhadap ilmu tersebut. Nah, adalah saya begitu lebih kurang. Sangking banyak menghayal saat belajar fisika membuat saya tidak memahami rumus-rumus itu. Makanya jika dievaluasi dari segi pengetahuan mengingat rumus, saya kalah. Karena saya suka mengimijinasikan fenonema dan merenungi mengapa bisa begitu dan begini. Berangkat dari sini maka saya pun ingin mengetahui ada apa sebenarnya dalam dunia fisika itu?

Qadarullah saya tidak masuk ITB, sebab Alhamdulillah telah lulus di salah satu Kampus Bergengsi di Pulau Sumatra, Jurusan Fisika Universitas Andalas, dengan jalur undangan. Walau sempat ragu untuk  mengambilkan karena masih ingin kuliah di ITB Bandung. Saya sangat mengingat momen-momen semester 2  kelas XII yang hampir setiap  malam menangis dalam do'a-do'a untuk bisa kuliah di ITB Bandung. Karena ortu tidak bisa melepaskan saya ke kota yang konon katanya banyak pergaulan bebas itu, jadilah saya lebih dipercaya di kota yang konon katanya religius itu, Padang.

Memang tidak ada yang sia-sia dari sebuah do'a dan impian. Meski tidak mendapat yang dipinta, Allah pasti memberikan yang terbaik untuk membuat kita bahagia. Alhamdulillah di kampus UNAND bisa banyak mengukir prestasi dan meraih beasiswa. Semua bermula dari impian.

Fase-fase kehidupan yang saya tapaki mengajarkan saya banyak hal tentang efek luar biasa dari bermimpi besar. Memang bukan serta merta segenap impian-impian yang ditulis itu terealisasi, setidaknya dengan impian-impian itu saya dapat bersemangat tuk bersua mentari pagi nan merindukan semangat juang seorang pemimpi itu. Dengan impian itu adrenalin akan lebih terpacu dan terpicu untuk mengoptimalkan waktu dalam ikhtiar yang lebih terarah dan strategis. Hari-hari menjadi lebih bergairah, sebab menyadari impian itu tidak dapat diraih dengan langkah yang bertele-tele.

Lantas mengapa meski berpencapaian besar? Bagi saya saat ini, impian yang ingin direalisasikan itu adalah perjalanan menuju cahaya kehidupan masa depan yang menyinari kehidupan. Keberadaan diri yang mampu memberi arti bagi banyak orang. Memberi tanpa harap kembali bagai sang surya menyinari dunia. Karena kebaikan yang terdistribusi itulah membuat saya merasa bisa lebih menghargai kehidupan ini. Bisa merasa lebih berarti.  Bahwa hidup yang sebatas membahagiakan diri sendiri akan memberi ruang sempit untuk dapat menerima kebahagiaan. Namun, dengan menjadi yang bermanfaat bagi sesama  saya merasa lebih tenang menjalani hidup ini dan optimis akan janji Allah akan efek kemanfaatan di dunia adalah kebahagiaan di kehidupan nan abadi.
Penuh harap segenap perjalanan dalam menuju cahaya yang mencahayai kehidupan itu dapat menjadi jembatan inspirasi bagi generasi masa depan, estafet peradaban dunia.

Jum'at, 14-05-2017 @Bandung 

Selasa, 09 Mei 2017

Pernikahan-Pendidikan-Dakwah

Pada kesempatan tertentu, saya dan beberapa akhwat diminta untuk menjadi panitian acara daurah. Alhamdulillah amanah sebagai MC membuat saya bisa lebih dekat dengan sumber ilmu. Materi yang disampaikan pada saat itu adalah tentang kelembutan dalam segala hal. Mengupas seputar akhlak-akhlak Rasulullah saw yang dikisahkan dalam beberapa kondisi untuk merepresentasikan kelembutan Beliau saw dalam berbagai hal. Sangat menarik dan saya tertegun. Hhmmm bukan dengan materinya saja tapi dengan pematerinya.

Sebelum accepted untuk mengisi acara, Ustadzahnya meminta izin pada panitia  untuk membawa anak dan suami dikarenakan anaknya yang masih batita. Kami pun menyanggupi. Tak ayal, saat disela mengisi materi, terdengarkan tangisan bayi yang pecah dari luar mesjid. Namun ustadzah tetap melanjutkan materi, sayangnya tangis itu kian pecah. Kami langsung terperangah keluar melihat suami ustadzah yang tengah menimang-nimang sayang anaknya. MasyaAllah...

Detik-detik begini, memang menjadi hal yang sulit bagi seorang wanita yang berperan sebagai istri dan ibu. Dari kenyataan yang saya saksikan langsung tersebut memberikan khazanah ilmu bagi saya tentang kompaksasi suami-istri dalam rumah tangga. Saya jadi terkenang dengan penggalan tulisan Anis Matta "Rasulullah saw tidak hanya berhasil  menjadikan Aisyah sebagai istri yang sholihah melainkan telah menjadikannya bintang yang bersinar diseantaro jagad zaman". 

Pada akhirnya, ustadzah meminta izin agar sekiranya materi dapat dilanjutkan oleh suaminya. Lalu kami pun membolehkan. Jadilah saya kembali ke barisan peserta dan yang tersisa di depan adalah ustad dan ustadzah serta anak dalam pangkuannya.

Disamping menyimak materi dari ustad, saya memperhatikan gerak-gerak suami-istri itu. *baper sih, haha* Ustadzah menatap lekat suaminya yang tengah mengisi materi dan begitu pun dengan ustadnya. Kami seolah  hanya dinding yang tak bernyawa *Ngalayy*. Hal penting dari kompaksasi suami-istri tersebut tidak sebatas dalam menyudahi amanah sebagai orang tua. Namun, mereka berhasil mengkonstruksi dakwah dengan harmonisasi dua hati yang telah Allah ridhoi. Betapa adem melihat ada suami istri yang bekerjasama dalam dakwah itu.  MasyaAllah....

Sepulang dari acara, saya banyak cari tahu tentang profil pemateri barusan. Ternyata ustad tersebut seorang dosen tamatan magister Norwegia yang kini tengah menyelesaikan program Doktoralnya. Beliau ditemani oleh 4 orang anak dan istrinya. Selain kuliah, Ustad tersebut banyak mengisi agenda-agenda dakwah di beberapa tempat begitu juga dengan istrinya. Kehidupan mereka yang nomaden itu, agaknya menjadikan cerita perjalanan dakwah dan cinta mereka semakin berbumbu sedap.

Itu salah satu dari beberapa yang lain dari mereka yang pernah saya temui yang menjalani konsep "Pernikahan-Pendidikan-Dakwah". Sejak hampir 1 tahun saya menyelesaikan program Magister di Kota Kembang ini, lumayan sering saya dapati suami-istri yang bergantian shift untuk jaga anak batitanya sebab mereka  sama-sama lagi melanjutkan studi ditempat yang sama. Awalnya, saya tergelitik ketika melihat Bapak-bapak muda bercelana gantung dengan jidat menghitam gendong dedek imut di ruang lobi pasca. Saya amati, beberapa saat kemudian ada seorang wanita berhijab lebar yang keluar dari kelas  menghampiri dan meraih dedek imut itu dari pangkuan sang bapak tersebut. Seusai obrolan singkat yang terjadi mereka pun berlalu. Karena suasana begini lumayan sering terjadi, sehingga atmosfer akademika dalam pernikahan dari mereka yang sama-sama  pecinta ilmu sering berkeseleweuran di gedung pasca ini. Saya pun, menjadi terbiasa dan menganggap hal yang sedemikian juga mesti diupayakan.

Mengupayakan apa? Hhmmmm. Jelas mengupayakan menempa diri untuk sebaik-baik menjadi pendamping hidup yang menyejukkan hati yang tengah didampinginya. Lalu, mendesain sebuah perencanaan pernikahan yang orientasinya adalah "kontribusi dan karya untuk bangsa dan agama demi ridho Allah dalam harmonisasi cinta". Dengan misi kontribusi mengharus saya maupun seseorang yang dimasa depan saya menjadi  bagian dari insan yang haus akan ilmu dan pengetahuan. Jadi sekolah setinggi-tingginya bukan tentang berkompetisi gelar namun berkolaborasi untuk integrasi kebaikan dalam memperoleh ilmu bermanfaat dan bermakna.  Sebab semakin luas, dalam, dan bermakna ilmu dan pengetahuan yang dimiliki akan memudahkan sayap kontribusi terbang mengekspansi di jagad negri. Dengan misi karya, mengharuskan saya dan seseorang di masa depan terus menjadi insan yang bermanfaat. Peruntukkan bangsa adalah bakti seorang nasionalis sebagai bentuk kemanfaatan diri  dan peruntukkan agama adalah bakti seorang hamba Rabb Semesta Alam dengan pertanggung jawaban sebagai seorang khalifah. Dengan harmonisasi cinta dua insan yang telah utuh menjadi "satu" menjadikan lelah bernuansa indah, Saling menopang kekuatan dalam menempuh problematika baik dalam perihal anak-anak, keluarga, sosial, hingga  ancaman lingkungan yang bisa saja sewaktu-waktu terjadi. Semua  untuk membuat Allah ridho atas kebersamannya.

Bersama untuk menggenapkan agama...
Bersama untuk berkontribusi untuk bangsa dan agama...
Bersama untuk mengokohkan langkah mencapai ridho-Nya.
Bersama dalam lelah berkepanjangan agar mampu menikmati istirahat panjang di taman Syurga sekeluarga.

*berkontemplasi dalam lelah
09-05-17 @Bandung

Senin, 08 Mei 2017

Ghirah fi Sabilillah

Sudah sangat dikenali bahwa,periode  semasa S1 yang para ahlu dakwah kampusnya telah  menjadi stakeholder dalam menjaga stabilitas suhu religius dikawasan universitas. *Horror ya* Saya sangat merasakan hawa militan segenap kader saat pergerakan kampus kala itu.  Mereka yang hari-harinya tidak hanya dipadatkan oleh tugas kuliah melainkan dikekang erat oleh segenap amanah-amanah "langit" dalam 24 jamnya. Masih terkenang saat fase-fase tidak tidur hingga pagi bukan untuk tugas kuliah tapi untuk persiapan memenangkan syi'ar Allah dikeesokan harinya. Yang sedemikian kerap menarik rindu pada saat ruhy terkenyangkan oleh kegiatan-kegiatan yang bernuansa kebaikan dan menebar kebaikan. Hufffttt....

Semakin kesini, saya pun ter'aduh'kan oleh realita yang menyemarak. Gejala futhurisasi yang ganas itu, dapat menjangkiti siapa pun yang telah terbang dari almamater dakwah kampusnya. Memang mengerikan, penjagaan diri yang tidak konsisten terhadap pemilihan estimasi masa depan akan berpotensi untuk  terjangkiti virus futhur tersebut. Na'udzubillah. Bukan satu dan dua dari mereka kita saksikan, pada akhirnya dengan entah seperti apa memilih hidup layaknya 'manusia normal', sekedar bekerja, menikah, punya anak, lalu mati. *maaf*  Semoga Allah istiqamahkan hati kita dalam keimanan dan selalu memohon untuk dikaruniakan hati yang lembut dari Rabb Al-Lathif.  Namun, ditempat yang lain masih ada kita dapati mantan dakwah kampus yang  kian melejit kariernya sebagai Jundullah nan semerbak namanya di kalangan penduduk langit. Mereka yang pada akhirnya menenggelamkan diri pada visi yang lebih besar, lebih masif, dan lebih memuliakannya. Kehadiran dirinya tidak sekedar untuk hidup sebaik-baiknya di dunia ini melainkan dapat berkontribusi sebaik-baiknya bagi umat dan berkarya sebanyak manfaatnya untuk peradaban.

Pilihan jalan hidup itu kita yang mengupayakan dan Allah yang akan memperbaiki jika nawaitu untuk menjadi lebih baik. Futhur itu bisa jadi terjadi, namun iman itu selalu dapat diikhtiarkan dengan ketaatan. Percayalah, saat niat baik telah digelar maka Allah akan tempatkan kita pada lingkungan yang membuat kita mampu istiqamah dalam kebaikan, Allah hadirkan dalam untuk hidup kita orang-orang yang mengingatkan kita untuk mengerjakan kebaikan. Allah itu Maha Baik mencintai kebaikan dan mereka yang berbuat baik untuk meraih ridho Rabbnya Nan Maha Baik.

Jika semasa S1 kita telah mengupayakan stabilitas suhu religius di tataran kampus, insyaAllah pasca kampus kita tetap mengemban amanah menjaga stabilitas suhu religius mulai dari diri sendiri hingga dalam  suatu peradaban. Keep Istiqamah hai hati !!!

Allah SWT berfirman:

وَمِنَ  النَّاسِ مَنْ يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ  ؕ  وَ اللّٰهُ رَءُوْفٌ ۢ بِالْعِبَادِ
"Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya."

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآفَّةً ۖ  وَلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ  ؕ  اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah: Ayat 207-208)

*kontemplasi malam seusai rapat .Senin,  08-05-17@Bandung

Minggu, 07 Mei 2017

Bunda akan Menjagamu

“There is nothing more precious than our child, and nothing more important to our future than the safety of our children.” (William J. Clinton)

Dear my children, in future...

Nak, kelak bunda akan menjaga mu
Memantau tumbuh kembang mu pada setiap fase, memenuhi kebutuhan spritual mu langsung dengan ayah dan  bunda. Bunda lah yang akan mengajari mu mengaji dan menghafal Qur'an. Walau pada waktu tertentu kamu akan bunda percayakan di satu lembaga ilmu yang bunda rasa baik untuk penguatan spritualmu. Bunda akan bawa kamu setiap bunda pergi pengajian, agar kamu belajar bahwa hidup ini butuh ilmu untuk menguatkan iman.

Nak, kelak bunda akan menjaga mu
Terus ada untuk mu 24 jam, tak akan bunda biarkan kamu berjalan sendiri hingga usia 12 tahun, sekalipun  untuk membeli es krim. Kejinya zaman saat ini membuat bunda selalu waspada akan hal-hal buruk akan terjadi pada usia emas mu itu. Ayah atau Bunda akan mengantarkan mu kelak ke sekolah, tidak boleh yang lain. Bunda tidak akan pernah meninggalkan mu sendiri dirumah hingga usia mu 12 tahun, sekalipun ada kakak-kakak mu. Bunda akan bawa anak bunda meskipun ke warung depan rumah untuk membeli bumbu masakan.

Nak, kelak bunda akan menjaga mu
Akan selalu bunda pastikan bahwa setiap makanan yang masuk ke perut mu adalah halal, baik, dan sehat. Menjaga gizi dan makanan anak-anak sedari kecil ada inventaris berharga bagi kesehatannya dimasa mendatang, bunda menyadari ini maka bunda akan sangat berhati-hati memilah dan memilih menu harianmu dan menu yang akan kamu bawa ke sekolah. Bukan goreng-gorengan, bukan fast food, bukan yang terlalu manis dan asin...Hhmmm nanti bunda akan selalu belajar untuk ini. Selalu belajar untuk membuat anak bunda tumbuh dalam kesehatan yang penuh berkah dari Allah.

Nak, kelak bunda akan menjaga mu
Namun, Allah yang akan lebih selalu ada untuk menjagamu. Maka do'a akan selalu ada untuk mu, Nak.

*belajar parenting

Jumat, 05 Mei 2017

Keep Going Anyway

Kita tidak akan pernah merasakan keajaiban, bila tidak mendapat kesempatan tuk berada pada titik yang paling menekan jiwa. Dari sana pembelajaran tentang cara  meluaskan kesabaran terasah. Kian meluas kesabaran itu maka makin kuatlah sang jiwa. Percaya bahwa, setiap keadaan yang Allah suguhkan pada setiap hamba-Nya adalah baik. Dari sana, kita pun malu untuk mengeluh pada-Nya. Atas dasar apa kebaikan dari Tuhan Yang Maha Baik hendak dikutuki dengan umpatan. Na'udzubillah....!!! Allah hanya ingin setiap hamba-Nya menjadi lebih kuat. Bertumbuhan pada jenjang prosesi ujian yang dilalui. Agar, hamba-Nya mengenali dirinya sebagai makhluk Tuhan Maha Pencipta nan betapa luar biasa potensi aslinya. Bahwa manusia itu adalah makhluk tangguh dan kuat, makhluk hebat dan bermartabat dalam sudut pandang dunia yang ingin dikelolanya dengan jabatan sebagai khalifah. Tapi dalam genggaman Allah, manusia itu tak ada apa-apanya, kecuali atas apa yang telah Ia anugrahkan baginya.

Teruslah berjalan sekalipun dalam kaki yang terluka parah, samarkan air mata menahan perih itu dalam genangan air hujan nan turun ke bumi. Agar tak satupun melihat luka dan air mata mu  yang telah Allah basuh dengan hujan rahmat-Nya. Tak lain dari segenap perjalanan memayahkan itu adalah hikmah tentang kekuatan besar yang pada akhirnya terakumulasi pada diri sebagai Anugrah dari Tuhan Yang Maha Besar.

Teruslah berjalan dalam tawa yang tergenang air mata ke dalam sukma. Sebab bersyukur akan mewadahi air mata itu, bahwa diri kita masih jauh lebih beruntung dari yang lain. Cukup banyak di belahan bumi entah  yang tak kenal lagi cara tersenyum karena getir dan ganasnya zaman telah menggilas mampu mereka tuk bertahan dalam kuat. Mintalah pada Rabb yang dirindukan itu, agar kiranya selalu dikawal hati itu dalam rasa syukur yang tak bertepi.
Percayalah, sebentar lagi kau akan sampai. Karena dunia ini memang hanya sebentar. Pancangkan nawaitu tuk berjuang demi keridhoan Allah lalu  
Melangkah lah !!!  Allah sangat sayang pada mu atas sabar itu.


*dalam langkah menuju capaian
Jum'at, 5-05-17 @Bandung

Senin, 01 Mei 2017

Keterampilan Komunikasi Personal

Seorang guru adalah sosok yang dapat mengubah hidup seseorang. Komunikasi personal adalah kuncinya.