Senin, 24 Juni 2019

Perempuan

Sebut dia perempuan...
makhluk yang beragam spektrum musimnya. Kuatnya berkelindan dengan lemah lembut, Tegarnya bertemali dengan kerapuhan. Senyumnya menawarkan pesona kasih sayang seantaro alam. Tapi bila ada yang menyayati luka di dirinya, maka makhluk itu pasti akan nelangsa. Sebab halus rasa yang terinstalisasi pada dirinya, membuat wajahnya nan berseri tersulap sendu, matanya nan bening memerah dengan linangan air mata. Takkan lagi kau liat dia bersemangat untuk hari-hari mu. Namun bila, kau tebar benih bunga-bunga kebaikan padanya. Mudah-mudahan kau adalah makhluk yang paling beruntung di jagad raya. Lihatlah aura cinta kasih nan tumpah ruah darinya, akan kau nikmati hari-hari penuh dengan riuhnya suka cita dengannya.

Sebutlah dia perempuan...
Sosok yang dapat menggemilangkan suatu peradaban atau mampu meluluhlantakkan nya.  Begitulah hebat potensi yang dimilikinya. Terlahir dengan rasionalitas yang terbelakangi oleh rasa membuatnya tak pernah ragu untuk mengalah, tak pernah kenal takut untuk lebih bersabar, dan paling pandai dalam berkorban untuk  banyak hal atas nama cinta.  Hingga kehormatan patut tersemat kan baginya 3 kali dari Rasulullah Saw, ibumu...ibumu...ibumu.

Sebutlah dia perempuan...
yaaa...namanya perempuan !

Mendefenisikan Bahagia

Kita akan sama-sama belajar lagi atau mengulang-ulang teori klise kembali tentang kebahagiaan. Merasa kurang bahagia cukup fenomenal dalam setiap perbincangan sehari-hari ataupun pada gejala sosial yang ada. Ah...tak perlu jauh-jauh lah,  bila bersedia jujur pada diri sendiri tentu kalimat "kurang bahagia" pernah menyelinap dalam hati ini. Saat melihat status sosial kita berbeda dengan teman-teman lainnya, saat mengintip kehidupan orang lain yang kelihatan luar biasa enaknya (penuh kenyamanan) dari kita, ketika kepoin sosmed teman yang udah menyelesaikan studinya di LN kemudian bisa lanjalan keliling dunia, ketika melihat yang lain sudah menikah, sudah punya anak, dan sudah lebih mapan dalam berkeluarga dan seterusnya. Semua itu kadang merupakan hasil dari meletakkan standar bahagia atas apa yang dimiliki oleh orang lain. Jadinya kita kurang syukur atas apa yang telah Allah karuniai.

Defenisi bahagia memang tak layak  disematkan pada standar umum di gejala sosial. Menakar bahagia hanya dari sesuatu yang terlihat pada permukaan; tampilan, martabat, ketenaran, harta, pendidikan, dan anak-anak. Karena tampilan permukaan selalu mengajarkan pada setiap kita untuk pandai membual dan culas terhadap diri sendiri. Memaksa untuk sama dengan standar umum bahagia yang diadopsi khalayak banyak kadang berujung pada lelah sendiri. Sebab dalam hal ini kita suka memaksa diri atas apa yang tak layak untuk kita gapai.

Sudahlah...jika kita mau menyederhanakan defenisi bahagia dalam versi kita sendiri mungkin kita tak perlu lelah untuk bahagia. Mendefinisikannya dari makna yang lebih dalam seperti, ketika kita meletakkan standar bahagia atas asas beramal yang ikhlas. Dunia ini terlalu sebentar untuk mengejar defenisi bahagia yang rumit atas apa yang ada pada orang lain. Betapa  sehatnya jiwa itu jika bahagia hadir dari hati yang pandai bersyukur dan kuat bersabar. Sehingga bahagia tak pernah terusik oleh apapun kecuali iman yang mulai goyah. Na'udzubillah...

Minggu, 23 Juni 2019

Dek

Dek...
Jangan ngambek lagi soal dia yang memilih pergi darimu. Boleh nangis, boleh lah agak sesegukan. Karena kamu memang lah wanita yang punya perasaan dan bisa menumpahkan air mata. Tapi kamu harus ingat dia yang memilih untuk tidak denganmu adalah jalan terbaik agar kamu menemukan yang tepat untuk mendampingi mu.

Dek...
Jangan suka kepo lagi dengan siapapun yang belum tentu jadi jodohmu. Kadang hal-hal yang begitu mudah membuat hati lalai dari jodoh mu yang sesungguhnya. Boleh kepo, nanti kalau dia sudah benar-benar datang padamu dengan cara yang baik-baik. yaa.... Sebab jodoh tak perkara telah lama mengenal tapi kembali lagi tentang seberapa yakin hati pada takdir-Nya. Sudah seberapa banyak yang saling kenal akhirnya hanya menjadi teman, namun ada yang kenal 1 hari dari ta'aruf langsung ke yes ke labuhan akad.

Dek...
Jangan percaya dengan hati yang berbunga-bunga sebelum kamu utuh dipersunting olehnya. Jodoh itu tak melulu soal cinta tapi ia adalah komitmen untuk beribadah. Berapa banyak mereka yang saling jatuh cinta tak berjodoh dan tak sedikit cerita tentang berjodohnya mereka yang tak pernah saling mencintai sebelumnya. Allah selalu punya rencana terbaik. Dia mampu memisahkan dan menyatukan. Skenario-Nya jelas lebih masyhur melebihi apapun itu.

Dek...
Jangan biarkan diri mu lama-lama terbenam dalam euforia menikah. Tak perlu bayangkan yang indah indah dalam pernikahan sebab belum tentu hal seperti itu akan terjadi. Juga jangan terlalu gusar akan banyak hal problematika dalam rumah tangga, lagi-lagi semua nya juga belum akan terjadi. Cukup tenangkan hati dengan dekat pada Ilahi Rabbi lalu biarkan Dia yang membawamu pada jalan cerita yang dikehendaki-Nya.

Dek...
Jangan terlalu sibuk bahas-bahas soal jodoh. Semakin kamu ricuh membahas nya maka makin galaulah hati itu. Sibukkan waktu untuk hal-hal yang baik. Bikin dirimu bangga akan apa yang telah kamu lakukan dimasa-masa penantian itu. Tunjukkan pada Allah kamu layak mendapatkan yang terbaik atas apa yang telah kamu lakukan.

Dek...
Semua nya dalam kehidupan ini akan berubah kecuali satu yakni hanya orang-orang yang bertakwa lah yang Allah beri jalan keluar dari jalan yang tak terduga. Ittaqillah ya dek....

Sabtu, 22 Juni 2019

Level Kehidupan

Belajar menikmati setiap level yang dilalui memang tak mudah. Dulu kali, setiap mengingat akan ada ujian baik itu tingkat SD hingga magister rasanya tak kuat, deg degan, stres tak karuan, serasa dunia runtuh jika ujian itu tak dilalui dengan baik. Begitulah level nya ketika masih menjadi peserta didik. menganggap lembar-lembar ujian adalah momok yang menjengkelkan untuk dilalui. Namun, kita pasti sadar ketika kuliah melihat soal-soal sekolah itu amat sepele apalagi ujian anak SD. ya kan?... seakan lupa betapa konyolnya dulu kita waktu SD, SMP, SMA itu dalam mempersiapkan ujian yang kini rasanya itu biasanya aja.

Saat mikir-mikir dan mengingat kembali apa yang telah terlewati diri ini menjadi sadar. Ketegangan, kekhawatiran, dan kejengkelan dalam menjalani tiap level kehidupan ini memang masih belum rileks alias tidak menikmatinya. Masih menjadikan sebagai beban kehidupan bukan hadiah kehidupan dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Cobalah kini bisa saja kamu lupa gimana tragisnya melalui masa-masa menunggu, gimana lelahnya menahan luka atas semua yang tak disepakati takdir. Padahal pada level itu kamu amat babak belur dan tak berdaya. Walau pada akhirnya level itu tetap menjadi tangga yang akan dilewati. Hingga berada di level saat ini kamu hanya bisa mentertawai ke-lebay-an diri sendiri dalam menjalani level sebelumnya.

Bukankah kehidupan ini akan terus menuju level yang lebih tinggi? Sekarang kamu lagi diminta untuk menikmati level baru dalam jenjang pernikahan. Sebelumnya kamu hanya terkejut dengan menjalani kehidupan berdua. Dimana hari-hari telah berubah saat tanggung jawab bertambah menjadi seorang istri. Lalu tahapan akan mulai bertambah disaat sekarang mulai menjalankan jerihnya masa-masa kehamilan. Mulai dari tidak bisa tidur malam, morning sikness, mogok makan, tulang yang mulai sesakitan, sampai segala macam keluhan lainnya. Kamu hanya perlu menguatkan rasa sabar atas setiap tahapan yang tengah dilalui. Semoga sabarnya bisa membantu untuk menikmati dalam melewati level saat ini. Meskipun akan ada level baru yang akan menanti di hari esok. Dimana bukan hanya menjadi istri tapi telah menjadi seorang ibu.
Selamat menikmati setiap levelnya ya...keep seteronk !!!

Jumat, 21 Juni 2019

Ilmu

Puncak dari ilmu tertinggi itu bukan terlihat pada hebatnya orasi, banyaknya publikasi, pandainya dalam berdiplomasi. Tapi puncak ilmu itu ketika mencapai hikmah untuk takut pada Allah. Takut maksiat karena Allah, takut jauh dari taat, takut melakukan dosa, takut tak berbuat baik karena Allah. Sehingga ilmu itu menjadi pelindung untuk tetap berada pada jalan yang terbimbing.

*Terinspirasi dari tausiyah ustadz Hanan Attaki

Drama-Drama Getir

Hidup ini penuh drama. Ada drama manis tapi tak sedikit pula drama getirnya. Dari sekian drama-drama getir yang dijalani kerap mencuarkan umpatan pada takdir. Kita belum sadar atau cukup waktu lama untuk mengerti bahwa   drama-drama getir itulah yang membentuk diri menjadi lebih tegar. Tak ada sosok yang luar biasa lahir hanya dari kejadian yang flet aja. Mereka adalah produksi dari sekian tempaan drama kehidupan yang tak mengenakkan. Jalan yang mereka tempuh untuk menyelesaikan drama getir itu bukan lagi dengan cercaan akan takdir, melainkan dengan menjalani nya dan menempuh jalan kembali pada Rabbnya.

Drama-drama getir dalam kehidupan tak selamanya tentang putus asa dan kesedihan. Sudah waktunya, kejadian pahit yang telah Allah takarkan itu menjadi momentum terbaik untuk sadar diri karena kita hanya seorang hamba. Walau banyak ingin yang hanya menjadi khayal, segenap asa pupus menyublim ke langit realita, dan harap hanya tinggal bersama gubuk kenangan yang tak bisa terwujud. Sepertinya semua kepahitan itu memang mesti ditelan sebagai obat kuat. Darinya kita menjadi lebih dekat pada meminta, lebih empati, lebih mudah mengurai air mata dihadapan-Nya. Jalan kembali pada Rabb itulah  muara terbaik dalam memainkan peran di drama-drama getir kehidupan ini. Agar umpatan menjadi rasa syukur dan sesak yang menghimpit terlegekan dengan hati yang menerima.

Semoga Allah kuatkan bagi siapapun yang tengah ada dalam getirnya drama yang dihadapi.
Mungkin aku salah satunya ntah dulunya, sekarang, atau nantinya.
Bismillah... yakinlah kita akan lebih kuat untuk menahan pahit yang lebih menohok di drama selanjutnya. Sebab hidup ini memang pahit bagi orang-orang yang beriman. Penawar nya tak lain syukur dan sabar. Biar Allah tahu kualitas kita disisi-Nya, maka Allah uji coba dengan sedikit kegetiran. Jangan lari dari getir itu, telan dan nikmati dengan menempuh jalan kembali pada Rabb Yang Maha Pengasih.

Under Cover of Nikah

Bercerita tentang dunia pernikahan seperti menyelami antariksa. Teramat banyak gugusan problematika dan romantika yang dapat dipelajari. Mungkin bagi yang garis usia pernikahan masih pendek mereka akan tiba pada kalimat "bersatu belum bisa menemukan titik satu". Begitulah rupanya realita setelah menikah. Ada dari pasangan² muda yang masih kesulitan untuk mencari kejelasan dalam menerima setiap perbedaan yang ada. Cukup rumit masalah ini, contohnya saja seperti penyatuan visi dan misi dalam rumah tangga. Mau dibawa kemana bahtera rumah tangga besoknya. Seperti juga dalam merumuskan manajemen finansial, Pola kebiasaan sehari-hari, tentang selera makan yang kadang masih belum bisa klik, dan lain-lainnya. Sehingga hal hal yang sedemikian bisa membuka mata mereka yang tengah bersiap menuju fase penyatuan tersebut. Bahwa dalam penyatuan kadang fakta yang ditemui jauh dari romantisme dan senegap euforia yang membuat mereka baper untuk segera menikah.

Bukan sedikit yang terjadi, tampilan-tampilan permukaan dari sebuah pernikahan yang seolah tampak indah dan manis hanya pencitraan dari kegelisahan, kejengahan, ketakutan, dan kebingungan dalam menyelesaikan pencarian akan titik temu dalam penyatuan. Namun, semua terus disimpan rapi dengan pesona bahagia pada banyak orang. Karena memang begitu baiknya. Pasangan adalah pakaian untuk satu sama lain. Jika membuka aib pasangan sendiri sama halnya dengan menodai pakaian yang ia lekatkan pada dirinya. Pada akhirnya, setiap masalah cukup terselesaikan dengan duduk bersama pada waktu yang tepat, berkomunikasi dengan baik, siap menerima masukan, bertekad untuk berubah demi kebaikan bersama dan tidak ada niat untuk menyakiti satu sama lain.

Lagi-lagi agar mereka yang tengah berjuang cepat tersadar akan semua propaganda yang menyulutkan gairah untuk tergesa-gesa menikah. Bahwa mereka yang membuli mu itu takkan pernah bertanggung jawab atas kesalahan mu dalam mengambil keputusan untuk berumah tangga.