Senin, 29 Juli 2019

Rumput Hijau

Kadang kita yang suka merasa pintar ini gak sadar udah jadi orang goblok. Sayangnya, kita senang sekali memelihara kegoblokkan itu. Musababnya kita selalu tertipu oleh bungkus luar dari apa yang tampak oleh mata. Rumput tetangga kelihatan lebih wow karena kegoblokkan yang tak sadar dijaga oleh diri. Kenapa yang kita telisik adalah rumput di luar rumahnya dan apa yang ada di dalam rumah tersebut. Boleh jadi, halaman depan rumah yang kita elu-elukan itu indah sehingga kita selalu tergiur padanya,  kadang membuat kita lupa untuk bersyukur atas apa yang telah ada pada diri sendiri dan apa yang kita miliki. Padahal isi dalam rumah itu hanya lah problematika yang terus tertutup oleh tampilan luar yang aduhai.

Rumput tetangga lebih hijau, lalu  kita tergoda. Melihat yang lain lulus di kampus impian, kita tidak. Walaupun, kita tetap bisa melakukan yang terbaik dimana pun tempat yang telah Allah takdirkan. Buktinya, ada dari mereka yang gagal berkali kali menggapai harapan nya. Namun asanya tak pernah mati oleh takdir yang tak memihak padanya. Baginya hidup bukan untuk merutuki kegagalan, tapi hidup untuk memperjuangkan ikhtiar tetap dalam bingkai ibadah.

Rumput tetangga lebih hijau, lalu kita tertipu. Memandang teman yang lulus terlebih dulu lebih bahagia. Walaupun, kita tetap bisa bahagia dan tenang dengan apa yang telah Allah tetapkan tanpa harus terusik oleh keadaan orang lain. Ada yang lulus cepat, tapi mereka harus berjuang lagi untuk bertahan hidup pasca kampus. Lalu bisa jadi Allah selamat kita dari kegaduhan pikiran pasca kampus agar kita bisa menata lebih baik akan kemana kaki dilangkahkan setelah selesai studi itu.

Rumput tetangga lebih hijau, Lantas setelah sekian waktu pernikahan kita melihat wanita/laki-laki lain lebih kemilau. Dengan cepat kita lebih mudah terpikat dengan kelebihan yang dimiliki oleh wanita/laki-laki lain. Wah dia hebat ya bisa begini  dan begitu, sudah mendapatkan ini dan itu, prestasinya ini dan itu. Kemudian kita terpincut untuk terus meng-kepo-in kehidupan luar yang ditampilkannya di jejaring sosial. Tetiba terfikirkan 'ah andai dia pasanganku'. Racun khayalan yang dihembuskan oleh nafsu bertemankan syaithon. Padahal, kita tetap bisa menjadikan pasangan kita yang paling menawan jika kita mampu menjaga pandangan dengan iman dan melindungi hati dengan dzikir lalu berhenti mencari-cari tahu kelebihan wanita/laki-laki lain yang menjadi bibit penyakit. Entah kenapa kita lebih senang mengeksplor kelebihan yang ada pada wanita/laki-laki lain dibandingkan mendukung pasangan kita untuk lebih baik dalam mengembangkan potensinya. Belum tentu pula lah yang lebih cantik/ganteng dan yang luar biasa itu akan bisa bertahan dengan segenap kekurangan kita saat merenda rumah tangga. Seyogyanya kita mesti sering menelisik dalam hati dan mengingat kembali, mengapa dulu kita pernah memperjuangkan seseorang yang kini menjadi bagian dari hidup kita. Sehingga kita tak pernah mau beranjak hati dan pikiran kecuali untuk menjaga pasangan selalu menjadi yang terbaik dalam pandangan kita.

Ah...
fenomena rumput tetangga lebih hijau itu takkan berkesudahan bila kita tak mau mengontrol diri memberhentikan nya.
Kalau kata para ustadz  dan motivator gitu, berhenti lah membanding hidup kita dengan
orang lain lalu fokuslah dengan ketaatan pada Allah. Itu lebih baik!

Minggu, 28 Juli 2019

SBM-PTN

Gadis belia itu telah lama menghabiskan waktunya di bilik. Sesekali segukannya menyela diantara keheningan malam. Tak lama sesudah segukannya itu mereda, tetiba pintu kamarnya berderik dan terbuka. Wajah wanita tua dengan air muka yang menenangkan dengan pelan berjalan menujunya.

"Bu..." Sapa gadis itu kepadanya.

Wanita tua itu mengambil posisi tepat disamping bentangan sajadah, dimana gadis itu kerap menghabiskan 1/3 malamnya. Lalu menyeka air mata gadis itu dengan sentuhan tulus dari hati seorang ibu.

"Nak, Ibu tahu kamu masih belum menerima hasil SBMPTN minggu lalu, Ibu tahu kamu telah berjuang dan berkorban untuk mendapatkan kampus impian mu itu. Tapi Allah punya kehendak lain atas apa yang kamu pinta"

Gadis itu pun memeluk ibunya dengan erat dan mengangkat suara.

"Teman-teman Re semuanya lulus Bu di jurusan dan kampus yang mereka inginkan. Sedangkan Re, harus menerima kepahitan tidak lulus".

Ibu  Re pun memulai pembicaraan dari hati ke hati.

"Kadang kita sering memandang sumber kebahagiaan dari terwujudnya apa yang kita cita-citakan. Melihat segala sesuatu dari permukaan luar memang sering menipu akal kita, Nak. Belum tentu mereka yang lulus hidupnya akan berhenti dari masalah. Jelas, sangat tidak mungkin Allah Yang Maha Baik itu mendzalimi hamba-Nya atas Ketetapan-Nya dari ketidaklulusan seseorang. Masa depan mu bukan ditentukan oleh seberapa sering kamu jatuh, tapi seberapa hebat kamu berjuang dan berkorban menjalani proses dan menyerahkan penuh seluruh hasil yang terbaik kepada kehendak Allah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Disana kamu telah menjalani seluruh ibadah. Ikhtiar nya jadi ibadah dan tawakal nya jadi Ibadah."

Gadis itu tampak mulai tenang....

"Bu... maafkan Re ya, belum bisa memberikan yang terbaik"

"Apapun yang telah kamu capai, Kamu tetap lah Re yang selalu Ibu banggakan. Masih ada kesempatan tahun depan untuk mencoba, Nak. Yuk ikhtiar lagi. Minta sama Allah yang terbaik dari sisi-Nya. Ibu selalu ada untukmu disepanjang doa"

.......

Gadis itu menatap tajam podium di didepan. Sesaat lagi Ia akan tampil memberikan kata sambutan hangat dari perwakilan Mahasiswa Lulusan Terbaik pada salah satu kampus bergengsi. Tak terasa 5 tahun setelah air mata tumpah ruah dengan ibunya di malam hari itu tergantikan dengan momen luar biasa di hari ini. Meskipun wanita tua yang malam itu memeluknya  takkan pernah mampu melihat momen tersebut. Tapi, Ia telah memberikan yang terbaik seperti apa yang telah Ia dijanjikan.
°°°°°°°°°°°°
End

-Allah selalu punya cara untuk menyunggingkan senyum pada waktu yang tepat. Setelah tampak kekokohan tekadnya, daya dan juang ikhtiarnya, serta keyakinan hati pada Allah untuk menetapkan hasilnya-

Kamis, 25 Juli 2019

Ibadah Hati

Bila hati mau dengan penuh seluruh meyakini bahwasanya, kesengsaraan adalah kebahagiaan dan setiap bulir cairan bening dari mata yang menderas tercucur akan menjadi jalan tuk menyunggingkan senyum pulas di waktu yang telah ditetapkan. Sungguh hati itu telah menjalani ibadah melalui belajar untuk kuat berprasangka baik pada Allah.

Kebersamaan

Tiada yang lebih lebih indah dalam bahtera rumah tangga melainkan saling mengingatkan dalam kebaikan. Tiada romantisme yang paling aduhai dalam kebersamaan, melainkan terus belajar untuk mencintai pasangan dengan penuh seluruh dibalik segenap kurangnya dan kurangnya diri. Tiada yang lebih hebat dalam kebersamaan melainkan terus menguatkan agar Allah ridho kepada kebersamaan itu sendiri.

Bila kebersamaan telah bulat diniatkan untuk menjalani ketaatan pada Allah tak akan ada rasa saling menyalahkan disaat terpaan ujian menghampiri. Namun yang hadir adalah rasa saling memahami untuk dapat hidup bersama menggapai ridho-Nya.

Bila keimanan selalu menjadi perekatnya. Kebersamaan pun menjadi ladang untuk mengumpulkan pahala bukan tempat melampiaskan ego dengan mengumpulkan kesalahan pasangan. Lalu.... selalu ada rasa rindu saling mengingatkan untuk kembali ke jalan Rabb nan terbimbing, sejauh apapun kita telah lalai dari perintah-Nya.

Semoga keberkahan selalu melingkupi kebersamaan ini. Aku ingin selalu mencintai dan dicintai dengan cara-Nya. Yakni indikasi cinta termegah kala masing-masing diri berhasil menjadikan pasangannya lebih mencintai Allah di atas segalanya....

Semoga kita bisa !!!

Selasa, 23 Juli 2019

Kecemasan

Kadang kita harus jujur mengakui, rasa kecemasan yang muncul adalah hasil dari pengelolaan hati dan akal yang belum baik. Sering kita merasakan harus memiliki seperti apa yang dimiliki orang lain, sehingga kita selalu dihantui oleh persepsi diri sendiri ketika belum memikinya. Bahkan, kita sering menolak lupa bahwa apa yang dimiliki oleh orang lain belum tentu akan membawa kebaikan bila kita yang memilikinya. Kan, Allah Maha Tahu, kita hanya rajin sok tahu.

Ah... lagi-lagi hantu persepsi !
Saat melihat teman sudah memiliki pasangan. Kita pun cemas, kenapa kita belum memiliki pasangan. Lalu mulai bermekaran suara-suara sumbang netijen di eter kepala. Padahal tidak akan ada kehancuran  bagi siapapun yang tidak memiliki pasangan, ya kan?. Kitalah yang menghacurkan diri kita dengan persepsi yang dibuat-buat sendiri.

Saat melihat teman yang berkeluarga sudah memiliki anak-anak yang lucu, rumah sendiri, kendaraan yang bagus-bagus. Lalu kita lagi-lagi terusik, merasa tidak sempurna dalam rumah tangga bila tidak memiliki hal yang sama. Duh.
.. persepsi yang lagi-lagi menjadi mikroba jahat yang mematikan.

Mengendalikan persepsi menjadi semacam pembelajaran baru agar kita dapat terlepas dari kecemasan.  Hal yang perlu kita sadari adalah, segenap suara-suara yang menjadi pemantik persepsi berpenyakit bagi kita hanyalah keluar sebatas lidah yang mereka ucapkan. Selanjutnya, mereka takkan pernah peduli atas apa yang terjadi pada diri kita. Lantaskah kita memedulikan suara sumbang itu?.
Ah sudah lah....

Gimana kalau kita pikirkan solusinya?
Katanya obat mujarab untuk menyelamatkan persepsi itu adalah dengan bersyukur. Saat di titik kita sudah bisa kuat untuk bersyukur sepertinya ada hadiah yang akan diterima oleh hati kita. Hadiah itu berupa perasaan yang tak peduli lagi pada apapun kecuali hanya ketaatan pada Allah. Alhasil, yang penting bagi kita yakni, bisa hidup dengan baik dan berbuat kebaikan, bisa shalat dengan khusuk, bisa istiqamah, dan mampu terus berjuang untuk hidup di jalan yang terbimbing.

Senin, 22 Juli 2019

Persepsi

Hidup di era yang memuja permukaan luar dari sisi seseorang itu sangat menantang daya filter hati dan akal.

Kamu pernah gak merasa bahwa kamu memiliki kekurangan sebab tak berada pada standar tertentu yang diciptakan oleh banyak orang. Misal, katanya yang cantik itu bila kulitnya putih bersih dan berbadan semampai. Semisal lagi yang dikatakan tampan bila tak ada jerawat dan berbody atletik.  Lantas  wajah kamu berjerawat, tak sebening artis korea, dan bertubuh lebar kesamping. Apa perasaan mu? Atau mungkin kamu akan merasa orang yang telah di dzalimi takdir atas apa yang telah Allah anugrah kan? Kamu jadi tidak nyaman dengan dirimu sendiri? Bahkan mungkin kan kamu akan memaksa diri untuk bisa diakui oleh orang banyak dengan cara yang tidak Tuhan berkati? Operasi plastik misal? Diet berlebihan misal? atau membeli perawatan kulit yang membuat mu stres untuk menjalaninya? ....Duuh, sudah lah sampai kapan sih kamu akan begitu. Hingga bila kamu harus hidup dengan haluan persepsi sumbang khalayak kejam itu?. Hidup ini milik mu dan kamu sendiri lah yang memegang kendali nya.

Sesulit apapun kamu untuk menebas perasaan agar diakui banyak orang, kamu harus berjuang hingga titik akhir. Sebab, kamu harus merdeka dari persepsi yang membuat mu terkungkung dalam derita. Entah mungkin kamu harus kembali mendefinisikan bahagia itu sendiri. Sehingga, siapapun kamu dan atas apapun yang kamu miliki telah sangat cukup dan sangat layak untuk menciptakan bahagia itu sendiri.

Jumat, 19 Juli 2019

Bekal Menikah

Pagi-pagi dapat nasihat penyegaran dari Ig nya Teh Karin (@karinahakman) tentang pernikahan. Memang cerita dan diskusi  seputar pernikahan memang tak pernah ada selesainya. Topik pernikahan terus saja menjadi tema unggulan baik di kalangan kawula muda yang tengah mempersiapkan maupun para pasutri yang tengah menjalaninya.

Saya langsung terenyuh dengan potongan nasihat Yoyoh Yusrah ya ng dikutip oleh Yeh Karin, "Menikah adalah ladang untuk berfastabiqul khairat, bukan sarana untuk menyandarkan beban. Maka pasca menikah tidak ada istilah saling menunggu, yang ada adalah saling berebut untuk saling melayani. Tuk segera berbagi kebaikan dan teladan".

kalimat itu nusuk banget di jantung kesadaran saya, merasuki nukleus jiwa hingga menjadikan saya berkontemplasi panjang tentang perjalanan pernikahan yang telah terlampaui sebanyak 6 purnama ini. Memang benar yang disampaikan oleh Ustadzah Yoyoh, konsep memberi tanpa harap kembali akan membatu kita  agar lebih tenang dalam melakukan kebaikan. Sebagai  implementasi dari ikhlas sebenarnya. Sepertinya hal yang sangat klise, tapi efeknya sangat luar biasa syekale inih. Perkara penting yang perlu dipertahankan agar rumah tangga tetap samara adalah memaksa diri untuk membahagiakan pasangan bukan sebaliknya. Kenapa harus dipaksa?. Lagi lagi karena ibadah itu kadang memang perlu dipaksa. Selain itu, memaksa diri untuk memberi teladan bukan mendikte pasangan untuk begini dan begitu.

Dulunyaaaa banget, suka usil dengan perkara menikah ini. Semisal lagi ada himpitan masalah, apakah itu ujian kuliah, skripsi, tesis selalu saja akhir keluhan berujung dengan kalimat "Ya Udahlah cape, pengen nikah aja". Duuuuuuuuh, ini kalimat hembusan syaithon keknya la ya. Musababnya, menjadikan pernikahan sebagai pelarian dari masalah. Padahal siapapun yang sudah menjalani akan tahu bahwa dalam pernikahan bukan zona bebas masalah. huhu, nggak banget ituh. Siapapun yang menyatakan diri siap menikah, maka artinya dia telah menyiapkan mental untuk di uji dengan kegetiran, kekurangan, kekhawatiran, dan keluarga. Artinya siap menderita, siap bersakit-sakit, siap terluka, siap kecewa, siap untuk bersabar hingga liang lahat.
Ya...nikah memang begitu, gak seperti jangkauan imiginasi para singlelillah bahwa menikah adalah dunia romantis, taman berbunga-bunga cinta, setiap hari adalah kebahagiaan bersama. Pas masuk nikah siap-siap aja terpesona dengan segenap euforia yang menguap ke eter harapan hampa.  Bukannya mau bilang ketika menikah itu tidak ada romantis-romantisnya. Ndak jugalah....jelas ada tapi isinya pernikahan bukan hanya romantisme ala-ala Korea tapi lebih padat isinya pada pengorbanan dan komitmen untuk terus belajar untuk bertumbuh bersama dalam kebaikan.

Kalau teh Karin bilang sebaik-baik bekal dalam pernikahan adalah terus belajar menguatkan aqidah. Saat kita yakin bahwa Allah Maha Esa, satu-satunya Rabb yang kita kejar cinta dan ridho-Nya membuat kita lebih kokoh untuk menggantung diri. Sehingga kita tak pernah mendikte kekurangan pasangan masing-masing. Sebab menikah bukan untuk mencari kesempurnaan pada manusia biasa tapi untuk melengkapi segenap kekurangan agar dapat menyempurnakan kebersamaan. Pasti setiap kita punya kurangnya, juga tak jarang pasangan kita ternyata tidak seperti yang kita harapkan. Saat hati telah fokus pada Allah maka kita tak lagi kecewa dan kita akan berjuang untuk menjadikan segala sesuatunya dalam rumah tangga sebagai lumbung amal dan lapangan ibadah kepada Rabb yang kita rindukan itu.

Kita terus belajar yakin bahwa adalah Rabb Yang Maha Pengampun dan Penyayang. Sehingga atas apapun kesalahan yang kita lakukan dalam rumah tangga akan berujung pada taubat nasuha. Sehingga kebaikan-kebaikan lebih deras tercurah kepada masing-masing pasangan.

Kita terus belajar yakin Bahwa Allah itu Maha Kaya dan Maha luas Rahmat-Nya. Sehingga kita tak pernah getir akan rejeki. Kita akan menjadi ikhtiar menjemput Rizki yang berkah bagian dari ibadah. Juga kita harus mengerti bahwa rejeki bukan hanya dalam bentuk uang ataupun harta berlimpah, tapi kesehatan juga bagian dari rejeki, dikelilingi oleh orang-orang sholih pun rejeki, termasuk memiliki pasangan dan anak² yang sholih adalah rejeki yang berharga.

Kita pasrahkan pada Allah untuk menyatukan hati kita dengan pasangan. Kita percayakan penjagaan pasangan kita kepada Rabb Yang Maha Menjaga. Kita sandarkan segala harapan baik kita pada pasangan melalui doa-doa syahdu di sepertiga malam. Semoga Dzat Nan Maha Cinta menumbuhkan rasa cinta yang berkah ke dalam dua hati itu. 

Kamis, 11 Juli 2019

Kecewa

Semoga hari ini kita lebih sadar diri.  Tidak menyalahkan keadaan, tidak menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi. Karena kecewa bukan efek dari luar melainkan dampak yang datang dari dalam diri. Kita tahu bahwa hadirnya kecewa itu bersumber dari harapan pada capaian yang diinginkan tapi ditolak takdir.  Memang kita suka lupa  bahwa hidup ini bukan untuk menjalani apa yang diinginkan, tapi sekedar menjalani apa yang telah ditakdirkan.