Senin, 30 Maret 2015

24 kali mengelilingi matahari

Hidup ini lucu. Begitu banyak hal menyenangkan yang membuat kita seperti ingin hidup selamanya, juga tak sedikit hal menyebalkan yang diam-diam membuat kita berharap tak pernah dilahirkan. Kadang jadi anugerah, kadang dirasa musibah. Kadang kita menjalaninya dengan senyum optimisme, kadang kita hanya ingin melewatkan semuanya—saat tiap detik terasa begitu menyiksa.
Kadang-kadang kita hanya ingin menyendiri dan tak berpartisipasi dalam kehidupan ini. Menjalani sisa umur—yang tak pernah kita tahu waktu habisnya—tanpa melukai dan dilukai, tanpa dibenci atau membenci. Tanpa harapan, tanpa rasa takut kehilangan.
Tapi, untuk itukah kita dicipta?

hari ini saya menggenapkan perjalanan mengelilingi matahari sebanyak 24 kali. Banyak, ya? Iya, banyak dan tak terasa. Entah bagaimana caranya hari ini saya sudah berada di titik ini—titik yang tak pernah saya duga, apalagi rencanakan. Ah, saya memang bukan perencana yang baik.
Dalam beberapa kesempatan saya sangat suka membuka foto-foto lama, membaca tulisan-tulisan lama, atau mendengarkan musik yang dulu sering saya putar. Rupanya telah banyak hal yang saya lewati. Betapa banyak orang yang pernah saya temui. Tak terhitung lagi luka yang pernah saya cipta, pada orang lain maupun diri saya sendiri. Tapi mengapa semua ini seperti baru kemarin?
Betapa waktu berjalan begitu cepat tanpa bisa ditawar.
Betapa penyesalan selalu dirasakan belakangan, bahkan kadang jauh setelah peristiwa yang disesalkan terjadi. Dan betapa saya begitu bodoh untuk melakukan kesalahan yang sama lagi dan lagi—berulang-ulang kali.
Betapa saya ingin punya mukzizat untuk memperbudak waktu. Dan betapa saya menyadari begitu mustahilnya hal itu. Sebab bagaimanapun, kita harus menjalani hari ini dengan kegembiraan, sambil menatap masa depan dengan penuh harapan.

Bagaimana dengan masa lalu? Biar ia tetap di sana untuk sesekali kita tertawakan ketika kita muak dengan dunia yang sudah semakin gila ini. Biar ia tetap di sana, menjaga diri kita yang bodoh agar tak ikut hadir hari ini, atau, masa depan. Agar semakin hari tawa kita bisa semakin besar ketika mengingat masa lalu dengan kekonyolan diri. Semoga hati kian bijaksana di hari yang ini dan kedepan dengan tak mengulangi salah yang sama.

Jumat, 27 Maret 2015

Tentang Waktu dan Aku

   Ini tentang realitas waktu. Entah darimana aku harus memulainya, bagian mana dulu yang mesti ku kuliti.Sedang yang ku dekap saat ini adalah bersamanya. Bisakah ku eja bahwa waktu itu adalah kehidupan ?.Perjalanan yang dirasa begitu ringkas dalam hari-hari, membawa penuh akal ku tuk menelaah, ada apa dengan waktu ?Pengulangan episode demi episode terus lahir dan menjelma di sekujur peradaban hanya saja dalam pernak-pernik yang beda. Kembali ku hela nafas panjang memikirkannya. Seolah resultan energi yang ada padaku total tersita hanya untuk melakoni waktu sedang aku lebih banyak keliru untuk peran yang baik. Ini terlalu filosofis.....

     Lalu ada lagi yang aneh dalam waktu, faktanya ia dibangun dari item siang dalam malam.Pada akurasi yang pas dan ideal dalam menyokong penghidupan makhluk di seantero bumi. Begini firman Allah, '....Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang..."(al-Muzzammil:30). Sip bukan ? semua itu ada yang mengaturnya. Tuhan mu, Tuhan ku, Tuhan seluruh alam semesta ini. Huwallah, al-Ahad, Allah azza wa jalla. Diatur untuk tujuan yang tepat. Apa ?ternyata kembali pada muara nan agung yakni, 'Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.'

      Terbayang seuntaian do'a yang pernah dihanturkan oleh Abu Bakar ra,' Wahai Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan kami dalam kesengsaraan, janganlah Engkau siksa kami secara tiba-tiba, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang lalai'. Tentu orang-orang yang paling berisiko mengalami kerugian dan kegagalan adalah orang-orang yang lalai. Tentu bahagia hidup ini jika satu kali, berarti, lalu mati. Dalam artian satu kali yang berarti bisa jadi kehidupan yang berkualitas dari sisi penilaian dunia untuk akhirat. Setiap kali fajar menyingsing, maka hari berseru,'Wahai manusia, aku adalah makhluk yang baru, menjadi saksi atas amalmu, maka ambillah bekal dariku, karena aku tidak akan kembali hingga hari kiamat'. Sungguh histeriskan sukma orang-orang yang mengharapkan pertemuan dengan Rabbnya.

       Terkadang banyak dari kita sudah tau, bahwa Rasulullah saw telah memberikan arahan kepada umatnya tentang nilai waktu dan cara memanfaatkannya. Kelengahan akibat rutinitas duniawilah yang menggerus niat untuk mempelajari dan mengamalkannya. Disamping oleh bisikan dari setan yang tak henti menyesatkan, sebenarnya sih simpel kan kalau memang tantangannya pada setan. Bukankah Allah telah menyatakan jika setan menggodamu maka berlindunglah pada Allah, sebab Dia Maha Mendengar lagi Maha mengawasi segala ciptaan-Nya. Iya...dengan menulis dan merenungi hal ini menjadikanku sadar kembali.

      Kini dihadapanku setiap hari, ada waktu pagi, siang, sore, dan malam. Saat ini bisa menjadi pengangkatan derajat kemuliaanku di hadapan Allah atau sebaliknya, tergantung pada apa yang telah ku perbuat dalam mengisi ruang-ruang waktu. Aku pun mengharapkan keberkahan dari waktu dan kebaikan di dalamnya, sebab takkan bergeser kakiku di hari kiamat sehingga Allah bertanya tentang umurku untuk apa ku habiskan. Rasanya terlalu pedih jika kurincikan garis-garis waktu yang kulalui dalam kelalaian. Aku mau berbenah.....

      Agaknya mulai waktu kedepan, aku lebih berhasrat mengikuti cara hidup orang-orang yang nasibnya dimuliakan Tuhan. Jelas agar kehidupanku lebih mulia di hadapan-Nya. Aku harus meminimalisir kebiasaan jelek, khawatirku ia memudarkan keyakinan dalam diri akan potensi dahsyat yang mampu menghebatkan masa depanku. Ah... semua hanya tentang siapa yang cerdik memanfaatkan waktu maka dia lah pemenangnya. Jika pembesar-pembesar dalam catatan sejarah memiliki waktu 24 jam sama kan dengan kita, lalu mengapa variabel yang dihasilkan berbeda ?. aku tak peduli alasannya lagi. Menggelar aksi itu lebih baik, sebuah tekad yang membumbung keangkasa, ikhtiar yang tak habis-habis, do'a yang tak putus-putus, dan tawakal penguat hati, lebih menjanjikan dari menunda-nunda. Aku ingin pula namaku tertoreh dalam tinta emas sejarah peradaban, sebagai "Muslimah yang Berkontribusi Cetar untuk Menghantarkan Manusia kepada Ridho Allah." Amiiiiin......




Sabtu, 14 Maret 2015

Merajut Detik-Detik Malam

Malam, kenapa kau senyap bertapakan suram ?
Aku sendiri tak diambil mimpi, sedang yang lain menikmati nyenyak.
Ku mantrakan do'a, ku lafadzkan perlindungan pada Tuhan.
Namun, setia mu malam menjaga mataku tuk terbelalak melihat dimensi nyata.
Geram...

Gemerisik semak terdengar semakin jelas, sebab udara semakin lembab, dengannya suara kian menderu hebat sampai ke gendang telinga.
Enyah rasa kantuk tuk menjemputku lelap.
Sudahlah.
Masih ada buku yang mau di baca.
Tulisan yang masih ingin dilanjutnya.
Kurajut detik perdetik dengan rentetan kata-kata.
Hampir siap fajar menyingsing.
Usah hiraukan.
Karna kelam enggan kau tinggalkan.
Baik lah ku temani kau malam dengan harap bertelur sebuah karya.
Ooooh rembulan pun tiada.
Mungkin Tuhan sembunyikan di gembulan awan, agar ku tatap lampu kamar tuk cahayakan keremangan ruang.

#Perjalanan_untuk_Sebuah_Mimpi