Jumat, 22 Juni 2018

PraNikah, Membelajarkan diri Menjadi yang diidamkan (3)

Pernikahan merupakan institusi yang teramat sakral, suci. Betapa Allah mengangkat 1 dari 3 janji besar yakni tentang pernikahan. Menjadi salah satu tanda kebesaran Allah yang disandingkan dengan hebatnya penciptaan langit dan bumi.  Jadi saya ingin belajar lebih, sebab menikah tak sebercanda drama Korea.

Pembelajaran penting yang harus saya pahami adalah tentang menyelaraskan perbedaan dan berdamai dengan kekurangan pasangan. Sejatinya tidak ada wanita dan lelaki yang sempurna, maka penyatuan kedua insan mesti menjadi ruang penyempurnaan satu sama lain, bukan?. Disilah peran iman dan ilmu bagi saya. Semakin baik imannya dan semakin luas ilmu  tentu memudahkan diri untuk saling memaafkan dikala salah dan memberi pengertian dikala ada perbedaan persepsi. Semakin dalam ilmu tentang pasangan hidup semakin luas sudut pandang yang ada.

PraNikah, Membelajarkan diri Menjadi yang diidamkan (2)

Setiap anak, mengidamkan ibu yang sholihah, kan?. Agar madrasah didalam rumah tangga menjadi hidup dengan pengajaran terbaik dari seorang ibu. Maka seorang ibu harus memiliki kafaah yang baik dalam iman dan ilmu agama. Hikmah ini, juga saya upayakan dalam tekad untuk selalu dekat dengan ilmu agama. Betapa asyik nya bisa mengelus-elus perut selama kehamilan dengan hafalan Qur'an, menimang-nimang buah hati dengan hafalan Qur'an, dan menghidupkan suasana Qur'ani di rumah. Aduhai damainya.... semoga Pak suami memiliki komitmen yang sama dalam hal ini, yakni mendahulukan murattal daripada musik untuk anak-anak kelak. Sebab rumah tangga ada lumbung awal sebuah peradaban. Jika ingin melahirkan generasi ulama maka ayah dan ibunya harus belajar sebagaimana pola asuh ayah dan ibu para ulama. Saya janji deh sama diri sendiri kembali giat interaksi dengan Qur'annya. Pokoknya terus ikhtiar untuk menjalani ketaatan pada Allah dengan setulus dan sebaik-baik nya.

PraNikah, Membelajarkan diri Menjadi yang diidamkan

Saya masih berkeyakinan, belajar tentang pernikahan tidak putus hanya dalam durasi jam atau hari. Untuk itu, saya sepakat dengan diri sendiri agar selalu bertumbuh dalam pemaknaan yang lebih baik tentang berumah tangga, khususnya peran seorang istri dan ibu kelak.

Pernikahan merupakan ibadah terlama dan komitmennya sepanjang usia. Salah langkah dalam memilih pasangan hidup artinya merusak ibadah besar yang akan dilakukan pada waktu yang ditetapkan itu. Menikah bukan tentang hidup bahagia bak pangeran dan Cinderella kan?. Hidup yang berdinamika ini menyadarkan saya bahwa akan ada kisah konflik dan beberapa kerumitan yang akan dihadapi nantinya. Kesadaran inilah yang membuat saya harus banyak belajar terutama belajar meluruhkan ego.

Belajar untuk menjadi yang di Idamkan. Menjadi istri yang menyenangkan hati suami. Tentu menulis teori sangat lah mudah. Tapi untuk merealisasikan nya selalu ada aja ujiannya (Kata mereka yang sudah melewati). Tentu hal yang tidak mudah bagi wanita yang sudah terbiasa dengan mengurus diri sendiri kemudian mendapat amanah baru untuk menyelesaikan urusan -urusan lain yang lebih kompleks. Biasanya, selama studi kalau lapar yah tinggal beli aja bahkan hampir setiap hari begitu. Saya tidak mau beli-beli jika sudah berkeluarga nanti (ini tekadnya saat ini), kecuali masakan yang memang tidak bisa saya buat. Bagi saya, setinggi apapun harkat, martabat, derajat, pangkat seorang wanita diluar bila sudah dirumah tugas utamanya adalah istri dan ibu. Maka sebagai istri, tugas masak memasak sudah menjadi kewajiban yang tidak bisa dielakkan.

Selama hampir satu bulan liburan, saya full belajar masak sama ibuk (Amak). Mulai dari masak yang agak sulit seperti rendang, dendeng, sop kemudian aneka jenis gulai: gulai ayam, gulai ikan, gulai sayur, gulai putih, opor dan asam padeh. Ternyata beda menu walaupun sama-sama gulai ada jenis bumbu yang berbeda dalam racikanya. Kalau jenis makanan bersambal ini memang sudah biasa kan. Sampai belajar buat makanan cemilan. Duh, pas lihat-lihat tangan udah bener bener gak seperti sediakala. Sambil bergumam dalam hati. MasyaAllah ya jadi istri dan ibu itu. Wajar saja berumah tangga menjadi jalan tol menuju Syurga karena aneka hidangan ibadah berlipat perpahala sudah terfasilitasi.

Bagi wanita jihadnya ya di rumah kalau sudah berkeluarga, namun tidak menutup kemungkinan bisa menambah ladang jihad dengan memberi kontribusi untuk umat diluar rumah seluas ridho suami.

Bersambung....

Menabur Ingin

Berupaya lah dengan maksimal lalu rendah hatilah berdoa pada-Nya. Selanjutnya, biarkan Allah yang menuliskan skenario terbaik dari sisi-Nya untuk mu, Nona...disana ada sabar, iman, dan tawakal. Ruang paling damai bagi hati-hati yang tengah menabur ingin.

Jangan berhenti untuk memantaskan diri untuk mendapatkan skenario terbaik dari sisi Tuhan Semesta Alam.

Perubahan

Hidup ini tentang perubahan posisi, dari titik yang tidak disukai kepada titik yang disukai. Seperti halnya, begitu gerah nya kita akan kedangkalan ilmu membuat kita berpindah menuju keluasan khazanah ilmu. Jelas dalam lintasan perpindahan kita selalu butuh energi yang mampu mendorong kita untuk move. Saya merasa energi keyakinan sangat mutakhir dalam hal ini. Sepertinya keyakinan kita akan sukses yang diikuti oleh kerendahan hati dengan doa membantu kita meniti jalur yang akan menyampaikan kita sebagaimana yang diyakini. Meski pada akhirnya, ada titik haluan terbaik bagi kita yang mungkin tidak seperti yang diinginkan tapi Tuhan tahu titik itu tempat terbaik bagi kita .

Lakukan yang Baik-Baik


Setiap kebaikan akan mengundang kebaikan lainnya. Kadang kita cendrung memandang kebaikan kecil tidak bernilai apapun padahal sekecil atom pun Allah abadikan dalam catatan amal kita. Meskipun dengan membagikan satu postingan ayat al-Qur'an, senyum dan menebar salam, membuang benda tajam di jalan, menyiram tanaman di halaman rumah. Masih teringat saat Ayah berpesan dulu "Nak, menyiram bunga itu berarti memberi kehidupan bagi makhluk Allah yang lain. karena mereka juga butuh nutrisi untuk bertahan hidup. Dengan menyiramnya, maka kita telah berbuat kebaikan bagi makhluk Allah yang lain." Begitulah kiranya, kebaikan kecil yang kita anggap biasa saja sebenarnya jika diawali niat yang tulus mencari keridhoan Allah menjadi lipatan pahala di sisi-Nya.

"Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Q.S.-al-Baqarah: 110)

Hari ini, selepas menangis tersedu-sedu subuh tadi saya kembali sadar bahwa meninggalkan kebiasaan baik berarti mengurung diri untuk tidak bertumbuh dalam kebaikan. Sudah hampir 1 bulan lebih saya rest menulis. Beberapa problematika yang tak terduga kadang menarik diri untuk lebih banyak tak melakukan apa-apa. Tapi sebagai seorang mukmin, kita harus terus survive. Tidak baik berdiam diri terlampau lama dalam stagnansi diri. Sebab, banyak tugas besar yang harus dicicil untuk menjadi manusia yang bermakna bagi kehidupan ini. Dengan memulai lagi aktifitas menulis, membantu saya mengkah kecil menuju kebaikan-kebaikan besar yang diharapkan. 

Menulis bagi saya, bukan hanya kegiatan mencurahkan isi hati, tapi lebih pada aktualisasi ketajaman akal dan hati. Di ruang ini saya bisa terus mengasah ilmu dan belajar untuk mengamalkannya. Hal ini sebentuk hal sedernaha yang ingin selalu saya tumbuhkan sebagai ikhtiar untuk melakukan hal yang baik-baik.

Nona, lakukan yang baik-baik teruslah perbaiki diri dan bantu yang lain menjadi lebih baik. Karena ridho Allah tak dicapai oleh orang-orang yang bermalas-malasan. Bekerjalah, berbuat baiklah. Semoga Allah ridho !

Harapan


Ada waktunya nanti, kita akan melihat semua upaya yang pernah dileraikan untuk mencapai harapan telah berada di titik akhir. Sebab, ketika diri harapkan yang terbaik secara tidak langsung kita telah mendatangkan yang terbaik untuk direalisasikan. Meski semua yang terbaik itu masih dalam jangka jarak yang entah, pun berada dalam takaran waktu yang masih tanda tanya. Menaruh yakin pada doa dan mengupayakan dengan ketulusan ikhtiar rasanya lebih menenangkan dibandingkan mengkhawatirkan apa yang diharapkan untuk segera terwujud. Tidak salah mengharapkan yang lebih baik namun kita masih dangkal untuk mengerti ukuran yang terbaik dari sisi-Nya. Menepilah pada tawakal agar penerimaan tidak lagi berdusta dengan diri sendiri.

Belajar dari kegigihan Siti Hajar terhadap harapannya. Berlari sepanjang sofa-marwa berkali-kali bukan hanya untuk menuju yang diharapkan melainkan mencari keberkahan dengan ikhtiar dan doa untuk mendapatkan yang diharapkan. Harap berpadu dengan tekad agar tak lenyap bersama masa.

Saat harapan terjatuh, keikhlasan dan penerimaan akan memberi energi untuk bangkit menuju harapan baru yang lebih layak untuk digapai.

Nona, tenanglah dengan sebaik-baik iman. Kendalikan diri dengan takwa, bersama Allah semua pasti baik-baik saja. Simpan harapanmu pada doa dan ikhtiarlah pada jalan yang diberkahi. Semoga Allah mudahkan. Inget ya, tugas kita bukan memastikan hasil yang diharapkan tapi memastikan ikhtiar yang dilakukan sudah sesuai dengan kebutuhan harapan yang ingin dicapai itu.