Selasa, 29 Januari 2013
Perjalanan untuk Sebuah Mimpi: Visible Energy Vs Invisible Energy
Perjalanan untuk Sebuah Mimpi: Visible Energy Vs Invisible Energy: Si Anto tak bisa melihat si Budi dengan kasat mata, sedangkan si Budi bisa melihat si Anto dengan jelas. Jika si Anto berperang den...
OPTIMALISASI KAPASITAS PRODUKSI GULA NASIONAL MELALUI MAKSIMALISASI PERAN PERKEBUNAN BERBASIS KULTUR JARINGAN
Oleh: Sulastriya Ningsi
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Gula merupakan salah satu bahan pangan pokok yang
memiliki arti penting dan posisi yang strategis di Indonesia. Meskipun telah
beredar bahan-bahan pemanis lainnya, seperti : madu, gula merah, fruktosa,
glukosa dan gula tropika namun preferensi masyarakat Indonesia terhadap gula
tebu masih lebih tinggi. Alasan kepraktisan (bentuk butiran), ketersediaan, dan
berbagai kelebihan lainnya menjadikan gula tebu sebagai pilihan utama (Churmen,
2001). Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan gula akan terus meningkat tiap
tahunnya seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan daya beli
masyarakat, dan pertumbuhan industri yang menggunakan gula sebagai bahan
bakunya (Simatupang, 2005).
Permintaan gula yang meningkat disebabkan konsumsi gula
rumah tangga di Indonesia mengalami kecenderungan yang meningkat dari tahun
2003 sampai tahun 2007. Namun, besarnya
jumlah konsumsi gula tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dengan
kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat (Widarwati, 2008).
Salah satu penyebab rendahnya produksi gula nasional
adalah bersumber dari penurunan luas areal dan penurunan produktivitas (Susila,
2005). Rendahnya produktivitas usahatani
tebu Indonesia disebabkan rendahnya produktivitas ton tebu per hektar maupun
rendemen yang dihasilkan oleh tebu. Rendahnya produktivitas berkaitan dengan
teknik budidaya yang belum optimal dan belum terpadunya jadwal tanam dan
tebang/giling antara petani dan PG (Widarwati, 2008).
Soewandi (2004) mengatakan bahwa kebutuhan gula
nasional Indonesia sebesar 3,2 juta ton per tahunnya sementara produksi dalam
negeri sekitar 2 juta ton. Hal ini merupakan suatu kemunduran bagi bangsa
Indonesia karena pada tahun 1975-1995, produksi gula nasional Indonesia bisa
mencapai sekitar 2,5 juta ton. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jumlah
produksi gula tebu harus ditingkatkan kembali dengan memperbaiki faktor-faktor
yang terkait dalam produksi gula tebu.
Kebutuhan gula nasional tahun 2014 diperkirakan
mencapai 5,7 juta ton. Untuk mempercepat pencapaian hasil melalui perluasan
areal pertanaman tebu memerlukan bibit dalam jumlah yang banyak (Dirjenbun,
2011). Pengadaan bibit tebu dalam skala besar, cepat dan murah merupakan hal
yang sangat diperlukan saat ini. Penyediaan bibit unggul yang berkualitas baik
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan
pertanian dimasa mendatang khususnya tanaman tebu.
Pengadaan
bibit pada tanaman tebu khususnya yang akan di eksploitasi secara besar-besaran
dalam waktu yang cepat akan sulit dicapai melalui teknik konvensional. Salah
satu teknologi harapan yang banyak dilaporkan dan telah terbukti memberikan
keberhasilan adalah melalui teknik kultur jaringan. Melalui kultur jaringan
tanaman tebu dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor
perbanyakannya yang tinggi.
Salah satu
fungsi penerapan kultur jaringan dibidang pertanian adalah untuk perbanyakan
tanaman. Menurut Dirjenbun (2011), kultur jaringan adalah cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan cara mengisolasi meristem dari suatu tanaman
dan menumbuhkannya pada media aseptik, sehingga dapat beregenerasi menjadi
tanaman yang lengkap. Dari 1 mata tunas /meristem/jaringan daun muda pada
tanaman tebu setelah (1 – 2) bulan dapat terbentuk kalus dan (1 – 2) bulan
berikutnya kalus dapat diregenerasi menghasilkan ± 20 tunas / anakan baru
(Mariska dan Suci, 2011).
Keunggulan-keunggulan dari teknik kultur jaringan
pada tanaman tebu dapat dijadikan gebrakan untuk membantu mengurangi
faktor-faktor yang terkait dengan penurunan produksi gula. Oleh karena itu,
implementasi kultur jaringan pada tanaman tebu akan menjadi solusi ideal untuk
optimalisasi produksi tebu bagi pabrik gula yang mengembangkannya. Peningkatan
persentasi produksi tebu akan menghilangkan kekhawatiran akan defisit konsumsi gula nasional.
B.
KOMODITI
GULA
Gula terdiri dari beberapa jenis yang dilihat dari
keputihannya melalui standar ICUMSA (International
Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis). Semakin putih gula maka
semakin kecil nilai ICUMSA dalam skala International Unit (IU). Adapun
jenis-jenis gula tersebut antara lai: Raw
Sugar adalah gula mentah berbentuk kristal berwarna kecoklatan dengan bahan
baku dari tebu, refined sugar atau
gula rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar melalui proses defikasi yang
tidak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut,
Gula kristal putih memiliki nilai ICUMSA antara 250-450 IU. Departemen
Perindustrian RI mengelompokkan gula kristal putih ini menjadi tiga bagian
yaitu gula kristal putih 1 dengan nilai ICUMSA 250, Gula kristal putih 2 dengan
nilai ICUMSA 250-350 dan Gula kristal putih 3 dengan nilai ICUMSA 350-450.
Semakin tinggi nilai ICUMSA maka semakin coklat warna dari gula tersebut serta
rasanya pun semakin manis (www.kppu.go.id,
2010).
C.
STRUKTUR
INDUSTRI GULA
Awalnya, industri gula lokal hanyalah industri gula
kristal putih. Sementara untuk gula rafinasi masih dilakukan impor. Namun sejak
tahun 2000-an ketika harga gula dunia (raw
sugar) melonjak tinggi, pemerintah mengijinkan untuk dibangunnya pabrik
gula rafinasi. Untuk itu pembahasan mengenai struktur industri gula dibagi
menjadi dua yaitu gula kristal putih dan gula rafinasi.
Sejak dahulu, pemain dalam industri gula kristal
putih didominasi oleh BUMN, yaitu PTPN dan RNI. Jumlahnya mencapai hampir 10
perusahaan yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. PTPN X, PTPN XI dan Sugar
Group merupakan tiga pemain utama yang masing-masing pangsa produksinya di
tahun 2009 yaitu 18,72%, 15,64% dan 18,96%. Sugar Group mampu menjadi leader
dalam industri ini karena perusahaan tersebut merupakan satu-satunya perusahaan
yang telah efisien dalam industri gula ini.
Sesuai dengan misi dari PTPN X (Persero) “Berkomitmen
menghasilkan produk berbasis bahan baku tebu dan tembakau yang berdaya saing
tinggi”. PT Perkebunan Nusantara
X (Persero) berhasil menjadi penghasil gula terbesar secara nasional pada 2012
dengan jumlah produksi mencapai 494.193 ton atau sekitar 19% dari total
produksi seluruh pabrik gula sebanyak 2,56 juta ton. Kenaikan produksi tahun
2012 tidak lepas dari program optimalisasi kapasitas produksi dan efisiensi
yang dilakukan di 11 unit pabrik gula, termasuk pembenahan pola tanam dari sisi
petani (www.ptpn10.com).
D.
PERKEMBANGAN
PASOKAN DAN KONSUMSI GULA NASIONAL
Bila dibandingkan, produksi dalam negeri lebih kecil
daripada konsumsinya. Misalnya saja produksi gula nasional tahun 2007 sekitar
2.3 juta ton/tahun, dengan rincian pabrik gula milik BUMN 1,6 juta ton per
tahun dan pabrik gula milik swasta 0,7 juta ton per tahun, sedangkan konsumsi
nasional sekitar 4 juta ton per tahun (http://ditjenbun.deptan.go.id).
Sementara itu, pada tahun 2009, produksi lokal mencapai 2,5 juta ton sedangkan
total konsumsi adalah 4,8 juta ton, dengan perincian konsumsi gula masyarakat
di dalam negeri sebesar 3 juta ton dan konsumsi industri yang mencapai 1,8 juta
ton. Hingga kini data kebutuhan gula per tahun mencapai sekitar 4 hingga 4,8
juta ton per tahun baik untuk konsumsi masyarakat maupun industri. Sementara
itu produksi gula berada di bawah itu (www.kppu.go.id,
2010).
Pada dasarnya pemerintah sudah berusaha untuk
merangsang perkembangan industri ini, salah satunya dengan program
restrukturisasi pabrik gula senilai Rp 50 miliar tahun 2009 untuk 27 pabrik
gula dari sembilan perusahaan, sehingga biaya investasi pabrik gula menjadi
lebih murah. Tidak hanya itu, pemerintah juga berupaya mengatur keseimbangan
antara supply dan demand gula, sehingga jumlah dan harga dapat
terjaga pada kondisi yang lebih menguntungkan bagi masyarakat. Untuk mendukung
kedua program diatas yang perlu dilakukan antara lain adalah :
a. meningkatkan luas
areal tanaman tebu.
b. peningkatan produksi
tebu.
c. peningkatan
produktivitas tebu.
d. peningkatan
rendemen.
e. peningkatan produksi
hablur.
f. peningkatan
produktivitas hablur.
g.
pembangunan pabrik gula merah-putih.
Berdasarkan berita di media, pada tahun 2010 ini
produksi gula kristal putih dalam negeri diperkirakan menurun dari 2,9 juta ton
menjadi antara 2,2 juta ton sampai 2,5 juta ton tahun akibat kondisi iklim yang
tidak mendukung. Oleh karena itu, pada akhir 2010 ini pemerintah berencana akan
kembali mengimpor gula kristal putih untuk memenuhi kebutuhan komoditas
tersebut pada lima bulan pertama di tahun 2011. Untuk itu juga pemerintah memperhitungkan
produksi dan situasi perdagangan gula dunia dalam menetapkan waktu dan volume
impor gula untuk memenuhi kebutuhan gula tahun 2011 (www.kppu.go.id, 2010).
Swasembada gula untuk konsumsi masyarakat sudah pernah dicapai pada tahun 2008 dengan tingkat produksi pada tahun tersebut sebesar 2,7 juta ton, sedangkan swasembada gula yang hendak dicapai pada 2014 adalah swasembada gula baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun untuk memenuhi kebutuhan industri yaitu dengan target produksi sebesar 5,7 juta ton. Dalam rangka mencapai target pada 2014 dicanangkan “Program Revitalisasi Industri Gula Nasional” yang akan ditempuh melalui pembenahan industri gula yang sudah ada (PG existing) dan pembangunan PG baru (www.kemenperin.go.id).
Dengan demikian untuk mempercepat pencapaian hasil
melalui perluasan areal pertanaman tebu memerlukan bibit dalam jumlah yang
banyak. Pengadaan bibit tebu dalam skala besar, cepat dan murah merupakan hal
yang sangat diperlukan saat ini. Penyediaan bibit unggul yang berkualitas baik
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengembangan
pertanian di masa mendatang khususnya tanaman tebu.
E.
KULTUR JARINGAN
Kultur
jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya
adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman,
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Selama
ini penyediaan bibit tebu dilaksanakan melalui pembangunan kebun benih tebu berjenjang
(KBP, KBN, KBI, KBD) yang memerlukan waktu ±2 tahun bibit tebu asal kultur jaringan,
sebelum digunakan di Kebun Tebu Giling (KTG) ditanam dulu di Kebun Benih Datar (KBD)
yang hanya membutuhkan waktu ±7 bulan.
Manfaat kultur
jaringan tanaman antara lain (www.penyuluhthl.wordpress.com):
1. Perbanyakan cepat dari klon.
Kecepatan multiplikasi sebanyak 5 akan memberikan 2 juta plantlet
dalam 9 generasi yang memerlukan waktu (9 – 12) bulan.
2. Keseragaman genetik.
Karena kultur jaringan merupakan perbanyakan vegetatif,
rekombinasi karakter genetik acak yang umum terjadi pada perbanyakan seksual
melalui biji, dapat dihindari. Karenanya, anakan yang dihasilkan bersifat
identik. Akan tetapi, mutasi dapat terjadi pada kultur jaringan pada saat sel
bermultiplikasi, terutama pada kondisi hormon dan hara yang tinggi. Mutasi
genetik pada masa multiplikasi vegetatif ini disebut “variasi somaklonal”.
3. Kondisi aseptik
Proses kultur jaringan memerlukan kondisi aseptik, sehingga
pemeliharaan kultur tanaman dalam kondisi aseptik memberi bahan tanaman yang
bebas pathogen.
4. Seleksi tanaman
Memungkinkan untuk memiliki tanaman dalam jumlah besar pada wadah
kultur yang relatif kecil. Seperti telah disebutkan sebelumnya, variasi genetik
mungkin terjadi. Selain itu, memungkinkan untuk memberi perlakuan kultur untuk
meningkatkan kecepatan mutasi. Perlakuan dengan bahan kimia (bahan mutasi,
hormon) atau fisik (radiasi) dapat digunakan.
5. Stok mikro
Memelihara stok tanaman dalam jumlah besar mudah dilakukan pada in vitro culture. Stok induk biasanya
dipelihara in vitro, dan stek mikro diambil untuk diakarkan di kultur
pengakaran atau dengan perbanyakan biasa.
6.
Lingkungan terkontrol
7. Konservasi genetik
Kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan spesies
tanaman yang terancam (rare and
endangered species). Metode dengan pemeliharaan minimal, penyimpanan jangka
panjang telah dikembangkan.
8. Teknik
kultur jaringan dapat digunakan untuk menyelamatkan hibrida dari spesies yang
tidak kompatibel melalui kultur embrio atau kultur ovule.
9.
Tanaman haploid dapat diperoleh melaui kultur anther.
10.Produksi
tanaman sepanjang tahun.
11. Perbanyakan vegetatif untuk spesies yang sulit diperbanyak
secara normal dapat dilakukan melalui kultur jaringan.
F.
PROSEDUR
TEKNIK KULTUR JARINGAN TEBU
Menurut Litbang Pradjekan (2011)
prosedur pembuatan kultur jaringan tebu sebagai berikut :
1. Pembuatan media
Media tanam yang dibuat adalah media MS I dan
MS II. Perbedaan utama antara MS I dan MS II adalah :
MS I : Sucrosa; 2,4 D;
digunakan untuk media pembentukan kallus; sebanyak ± 15 cc.
MS II : gula pasir; IAA; digunakan untuk media differensiasi planlets; sebanyak
± 25 cc.

Gambar 1. Pucuk Tebu
2.
Pengambilan
pucukan
Bahan tanam kultur jaringan tebu
berupa pucuk daun tebu umur 5 bulan.
3.
Pengelupasan
pucukan
Pengelupasan pucukan bertujuan
untuk mempermudah pengambilan dan pemotongan ekplant sebesar ± 20 cm dari ruas
terakhir.
4.
Pemotongan
eksplant
Pucuk tebu yang berumur 5 bulan dipotong-potong di
atas titik tumbuhnya dengan ukuran 0,5 cm. Sterilisasi ekplant dengan cara
dibakar dengan alkohol sebanyak 3 kali.

Gambar 2. Pemotongan Ekplant Tebu
5.
Penanaman
pucukan (eksplant)
Penanaman pucuk tebu yang telah
dipotong-potong ke dalam media MS I. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kallus.
Kallus adalah sel yang tumbuh dari irisan pucuk ( ekplant ). Kallus yang
didapat merupakan bahan tanam pada tahap defferensiasi. Waktu untuk menumbuhkan
kallus berkisar 1,5 – 2 bulan.

Gambar 3.Penanaman Ekplant Tebu
6.
Penanaman
kalus (differensiasi)
Tujuannya adalah
untuk mendapatkan individu tanaman dari hasil penanaman kallus. Kallus yang
didapat dikeluarkan dari tabung MS I dan dipilih yang baik dan segar kemudian
dipotong kecil - kecil selanjutnya ditanam pada media MS II. Pada media ini
akan diperoleh individu – individu tanaman lengkap dengan akarnya. Waktu yang
diperlukan pada MS II berkisar 3 – 4 bulan.

Gambar 4. Induksi Kallus Pada MS I Gambar 5. Tunas Sub Kultur Pada MS II
7. Aklimatisasi I
Aklimatisasi
adalah penanaman individu tanaman yang diperoleh dari MS II ke media tanam
(pasir : tanah : bahan organik = 3 : 1 : 1) yang sudah disterilkan dan
ditempatkan di green house. Tujuan dari aklimatisasi adalah untuk
mengadaptasi tanaman dari lingkungan steril ke lingkungan alam bebas. Waktu
untuk mengadaptasi tanaman berkisar (1 – 2) bulan. Sebelum diaklimatisasi
tanaman dari MS II dipotong daun dan akarnya, kemudian direndam dalam larutan
antiseptik. Setelah ditanam, kemudian disiram dan disungkup dengan plastik,
setelah 5 hari tutup dibuka. Perawatan di bedengan antara lain :
Penyiraman → sesuai dengan kondisi tanah setiap harinya.
Pemupukan I → Za dengan dosis 1 sdm untuk 1 gembor (2 bedengan) pada umur 7
HST.
Pendangiran → umur 14 HST.
Pemupukan II → Za dengan dosis
2 sdm untuk 1 gembor (2 bedengan) pada umur 14 HST.
Pupuk daun → 15 cc / 1 l air
pada umur 21 HST.

Gambar
6. Pemotongan Planlet Gambar 7. Penanaman Planlet Pada Media
Cocopeat
8. Penanaman di polybag ( aklimatisasi
II )
Pada
tahap ini masing-masing individu tanaman dipisahkan ke polybag yang telah diisi
dengan tanah yang sudah dicampur dengan pupuk organik, waktu untuk menumbuhkan
tanaman sampai dengan siap ditanam di kebun berkisar (2 – 3) bulan. 1 leng ( 8
m ) diperlukan 27 polybag dengan jarak tanam 30 cm. 1 Ha = 950 leng maka 1 Ha
diperlukan 27 x 950 = 25.650 polybag.

Gambar
8. Penanaman Planlet di Polybag
G.
KESIMPULAN
Penyediaan
bibit yang berkualitas merupakan penentu keberhasilan dalam pengembangan pertanian
tebu .dimasa mendatang. Perbanyakan tanaman melalui kultur
jaringan menawarkan peluang besar untuk menghasilkan jumlah bibit tanaman yang
banyak dalam waktu relatif singkat, sehingga lebih ekonomis. Teknik perbanyakan
tanaman ini dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa bergantung musim. Selain itu,
perbanyakan dengan teknik kultur
jaringan mampu mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar,
serentak dan bebas penyakit sehingga bibit yang dihasilkan lebih sehat serta
seragam. Teknologi kultur jaringan merupakan teknik alternatif yang tidak dapat
dihindari bila penyediaan bibit tanaman harus dilakukan dalam skala besar dan
dalam waktu yang relatif singkat.
Sejauh ini, PTPN X memberikan
kontribusi terbesar terhadap produksi gula nasional. PT Perkebunan Nusantara X
(Persero) menjadi penghasil gula terbesar secara nasional pada 2012 dengan
jumlah produksi mencapai 494.193 ton atau sekitar 19% dari total produksi
seluruh pabrik gula sebanyak 2,56 juta ton. Kenaikan produksi tahun 2012 tidak
lepas dari program optimalisasi kapasitas produksi dan efisiensi yang dilakukan
di 11 unit pabrik gula, termasuk pembenahan pola tanam dari sisi petani.
Sesuai dengan misi dari PTPN X (Persero) “Berkomitmen
menghasilkan produk berbasis bahan baku tebu dan tembakau yang berdaya saing
tinggi”. Dengan memperhatikan besarnya prospek yang
ditawarkan oleh teknologi kultur jaringan maka misi tersebut tidaklah sulit
untuk dicapai. Selain itu, melalui penerapan teknologi kultur jaringan PTPN X (Persero) maupun pengguna lainnya
berarti telah membantu Kementrian Perindustrian RI dalam merevitalisasi Industri
Gula Nasional. Sehingga memberikan pencerahan bagi prospek industri gula di
Indonesia dalam mencapai visi pemenuhan kebutuhan konsumsi gula nasional,
dimana swasembada gula yang hendak dicapai pada 2014 untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat maupun kebutuhan industri dengan target produksi sebesar 5,7 juta
ton dapat direalisasikan.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Churmen, Imam.
2001. Menyelamatkan Industri Gula Indonesia Edisi 1. Jakarta :
Millenium Publisher
Dirjenbun. 2011.
Pedoman Teknis Pengelolaan Kebun Benih
Tebu dengan Bahan Tanam Bagal Mikro G2. Direktorat Tanaman Semusim, Kementerian
Pertanian
Litbang
Pradjekan. 2011. Pelatihan Teknologi Somatic Embryogenesis Untuk
Komoditas Tebu. http://litbang-pradjekan.blogspot.com
/2011/12/pelatihan-teknologi-somatic.html. Diakses tanggal 8 Maret 2012
Mariska, I. dan
Suci, R. 2011. Pengadaan Bibit Tebu Melalui Kultur Jaringan. Jurnal. Edisi 6 – 12 Juli 2011. No,3413
Tahun XLI
Simatupang, P.
2005. Analisis Kebijakan Tentang Kebijakan Komprehensif Pergulaan Nasional. Artikel. www.pse.litbang.deptan.go.id,
diakses 10 April 2008
Susila, Wayan
Reda. 2005. Pengembangan Industri Gula Indonesia Analisis Kebijakan dan
Keterpaduan istem Produksi. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor
Widarwati, T.
2008. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Gula di PG Pagottan. Jurnal.
Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian IPB
http://ditjenbun.deptan.go.id, diakses tanggal 24 Januari 2013
www.ptpn10.com ,
diakses tanggal 24 Januari 2013
www.kppu.go.id, 2010, diakses
tanggal 24 Januari 2013
Langganan:
Komentar (Atom)